Eramuslim

Minggu, 30 Desember 2018

Tahun baru Masehi,muslim cuek saja.

السلام عليكم

[Tahun baru Masehi memang khushusiyyah bagi ummat nasrani]

Nur s :

1januari adalah kelanjutan natal.

Ngeyel ngajak dzikiran di malam tahun baru Masehi.
Menyelisihi orang kafir itu tidak mesti dengan melakukan ritual agama.
Ada waktu yang malah Terlarang di lakukan ritual untuk menyelisihi si kafir,nabi chuek dan memahamkan ummat saja bahwa waktu itu memang buat dia.
Ini qiyas 1 Januari. Ga usah lebay karena tanggal itu memang hari perayaan keagamaan dia.

Selanjutnya,tasyabbuh dengan kafir itu ikut meramaikan dan merayakan hari raya dia.
Mengartikan tasyabbuh hanya karena ikut hura-hura itu keliru. Sebab pesta perayaan kaum kafir itu mereka juga dengan memenuhi gereja untuk melakukan misa.
Dengan begitu, muslim yang turut mengadakan acara keagamaan pada setiap 1januari itu tasyabbuh dengan misa gereja.
Kita lebay karena merampas hari raya dia.
Tidak setiap kebaikan itu baik menurut syari'at jika terdapat syubhat.

Ah,"tergantung niatnya" katanya.
Hadits niat itu selalu di plintir-plintir untuk membenarkan asumsi atau persepsi.

Kalau setiap tahun baru Masehi diadakan dzikiran dengan dalih untuk menarik ummat Islam agar meninggalkan hura-hura,maka sekali lagi saya tegaskan,sudah pasti acara ini akan menjadi khushusiyyah dzikiran tahun baru Masehi yang maknanya mengisi perayaan pergantian tahun bagi nasrani (kita merampas).

Apa bedanya dengan mentri agama atau kyai Ma'ruf amin kalau suka neko-neko.

Warga Muhammadiyah tidak mendukung jokowi

" MENGAPA MUHAMMADIYAH ENGGAN MILIH JOKOWI "

SEJAK MENJABAT sebagai Presiden Indonesia, entah sudah berapa kali, Presiden Jokowi menghadiri acara-acara yang digelar Muhammadiyah. Rasanya hanya Presiden Jokowi yang paling sering menyambangi acara-acara Muhammadiyah. Terakhir, Kamis, 6/12 Jokowi menghadiri Peringatan Seabad Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan Jumat, 21/12 Apel Milad Seabad Gerakan Kepanduan Hisbul Wathan Muhammadiyah.

Sebagai petahana yang masih mempunyai peluang untuk menjabat kembali sebagai presiden, Jokowi tentu berharap bahwa kehadirannya di acara-acara Muhammadiyah akan membawa efek elektoral di lingkup warga Muhammadiyah, sesuatu yang wajar, bahkan sangat wajar. Sulit menyebut bahwa kedatangan Jokowi semata karena bentuk perhatiannya terhadap Muhammadiyah.

Namun, dari blusukan saya dan teman-teman Muhammadiyah lainnya yang kebetulan menjadi calon legislatif di basis-basis Muhammadiyah, termasuk perbincangan dengan elit-elit Muhammadiyah di lingkup lokal, baik PDM (kabupaten/kota), PCM (kecamatan), maupun PRM (desa/kelurahan), rasanya berat kalau Jokowi berharap ada efek elektoral dari warga Muhammadiyah pada Pilpres 2019.

Kenapa warga Muhammadiyah cenderung emoh (enggan) memilih Jokowi? Setidaknya ada dua alasan mendasar.

PERTAMA, faktor Jokowi sendiri. Banyak warga Muhammadiyah yang menilai bahwa Jokowi sejujurnya belum, untuk tidak mengatakan tidak pantas menjabat sebagai presiden. Bahkan sebagian warga Muhammadiyah ada yang menyebut pencalonan Jokowi menjadi presiden terlalu dipaksakan dan penuh rekayasa politik. Sama sekali tak memperhatikan kapabilitas yang dimiliki Jokowi.

Penilaian warga Muhammadiyah ini ditambah dengan terlalu seringnya Jokowi tampil di publik yang tidak menampilkan citra dirinya seperti layaknya seorang presiden semakin memperkuat penilaian atas ketdklayakan Jokowi menjadi presiden. Tampilan Jokowi saat peringatan Hari Pahlawan yang bersepeda dan mengenakan pakaian ala pejuang kemerdekaan “tempo doeloe” rasanya salah kostum. Untuk meneladani semangat perjuangan para pahlawan tak harus seorang presiden berdandan bak siswa SMP yang tengah mengikuti karnaval agustusan.

Sebagai seorang presiden, Jokowi tentu boleh mempunyai hobi tertentu, seperti naik sepeda motor atau hobi dengan jenis musik tertentu. Namun kalau terlalu sering mempertontonkan hobinya di hadapan publik, rasanya publik justru semakin tak bersimpatik.

Faktor pertama ini sebenarnya tidak terlalu fundamental. Harapannya, kapabilitas Jokowi yang tekor masih bisa tertutupi oleh tampilan menteri-menteri Jokowi yang diharapkan bisa menutupi kelemahan Jokowi. Namun kenyataannya, Jokowi seperti dibiarkan berjalan sendiri dengan segala ketakmampuannya.

FAKTOR KEDUA, terkait posisi partai-partai pendukung Jokowi yang justru menjadi faktor fundamental bagi warga Muhammadiyah untuk tidak mendukung Jokowi. Sikap warga Muhammadiyah dalam memposisikan Jokowi dan partai-partai pendukungnya rasanya menjadi mainstream di lingkup Muhammadiyah.

Dan sikap ini rasanya bukan hanya monopoli milik warga Muhammadiyah. Masih terlalu banyak umat Islam lainnya yang sepemikiran dengan mainstream warga Muhammadiyah. Jutaan umat Islam yang berasal dari beragam afilisasi organisasi keagamaan yang hadir pada Reuni 212 adalah gambaran dari umat Islam yang mempunyai kesamaan pandang dalam memposisikan Jokowi beserta partai-partai pendukungnya.

Mainstream warga Muhammadiyah berpandangan bahwa kebanyakan partai-partai pendukung Jokowi terlalu sering melukai perasaan umat Islam, yang tergambar dari beragam sikap politiknya, baik berupa kebijakan dan pernyataan-pernyataan para elitnya.

Dalam kasus Pilkada Jakarta, misalnya, tergambar bagaimana partai-partai pendukung Jokowi yang saat Pemilu 2014 didukung dan dipilih oleh mayoritas umat Islam justru tak mampu membaca kehendak mainstream umat Islam yang tidak menghendaki Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Gubernur Jakarta. Bukan karena faktor agama, tapi dominan karena tabiat buruk Ahok yang arogan, suka melecehkan, dan menista, termasuk menista umat Islam, dan simbol utama umat Islam: al-Quran.

Entah sudah berapa kali pasca kasus Ahok, partai-partai pendukung Jokowi juga bersikap yang cenderung melukai perasaan umat Islam. Aksi-aksi damai yang dilakukan umat Islam, seperti Aksi 411, Aksi 212, termasuk Reuni Aksi 212 I dan II dilawan habis, bahkan mereka tega untuk menyebut mereka yang melakukan Aksi 212 sebagai bagian dari kelompok fundamentalis dan radikalis.

Mereka yang selama ini teriak lantang soal demokrasi ternyata tak mampu memahami aksi-aksi umat Islam tersebut sebagai bagian dari ekspresi demokrasi. Demokrasi tidak lagi dipahami sebagai nilai-nilai univeral yang boleh dilakukan oleh siapa pun, tapi demokrasi sangat bergantung siapa yang memaknai.

Dan sudah menjadi jamak bahwa partai-partai yang sedang dimabuk kekuasaan memang mempunyai kecenderungan kuat untuk alergi pada demokrasi. Jangankan menerapkan nilai-nilainya, mendengar nama demokrasi saja sudah bikin mual.

Kemudian muncul gagasan kebijakan dari Mendagri Tjahyo Kumolo (PDIP) tentang penghapusan kolom agama di KTP yang menuai banyak kecaman. Gagasan ini selain menggambarkan ketakpahaman Mendagri tentang Pancasila yang sila pertamanya Ketuhanan Yang Mahas Esa, juga menggambarkan tak sensitifnya terhadap posisi umat Islam di Indonesia.

Salah satu maqasid al-syariah adalah hifzhu al-din (perlindungan hak beragama) yang dalam wacana pemikiran Islam memang disebutkan di antaranya kebebasan “menampakkan” dan “menyembunyikan” agama. Indonesia bukan negara sekular seperti di Barat yang memilih membuat kebijakan “menyembunyikan” agama warga negaranya, tapi Indonesia adalah negara Pancasila yang religius yang lebih memilih “menampakkan” agama sebagai perwujudan simbolik dari religiusitas warga negaranya. Dengan prinsip ini, aneh ketika ada upaya untuk menghapus kolom agama di KTP.

Belum lama muncul kasus pembakaran “bendera tauhid”. Mau ditafsir apa pun, pembakaran bendera tersebut telah menyinggung perasaan mainstream umat Islam, yang tergambar dari aksi-aksi yang dilakukan oleh umat Islam di banyak daerah, termasuk pelampiasan melalui Reuni Aksi 212.

Anehnya, menyikapi pembakaran bendera tauhid ini, tak ada satu pun partai pendukung Jokowi yang mereaksi secara keras atas pembakaran bendera tauhid tersebut. Yang ada justru sikap sebaliknya yang cenderung mendukung pembakaran bendera tauhid tersebut.

Berikutnya pernyataan seorang ketua umum partai pendukung Jokowi soal penolakan atas Perda Syariat. Sebenarnya tidak ada nomenclature Perda Syariah. Yang ada perda yang berisikan hukum-hukum agama (syariat). Dalam konteks negara Pancasila yang pasal 29 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945-nya berbunyi, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, apanya yang salah dari produk hukum yang berisikan hukum-hukum agama?

Justru seharusnya produk hukum dalam negara Pancasila itu harus senafas dan tidak boleh bertentangan dengan agama, terlebih produk hukum yang berkenaan dengan wilayah publik.

Produk hukum atau kebijakan yang memotong semua jenis subsidi itu bukan hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, tapi juga bertentangan dengan Pancasila yang Sila kelimanya berbunyi, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Harusnya partai-partai pendukung Jokowi kritis terhadap produk-produk atau kebijakan politik yang demikian.

Dalam konteks demokrasi, produk hukum yang bermuatan syariat agama juga tidak melanggar demokrasi. Perda bermuatan syariat agama biasanya hadir di daerah yang dihuni mayoritas mutlak masyarakat yang beragama tertentu.

Mereka memilih partai-partai atau calon kepala daerah tertentu yang diharapkan bisa membuat kebijakan-kebijakan yang senafas dengan agama-agama. Apakah salah sikap politik yang demikian? Perda juga dibuat oleh institusi demokrasi (partai politik) dan disahkan di ruang demokrasi (parlemen), bukan lewat parlemen jalanan.

Belum lagi tindakan persekusi yang dilakukan pihak aparat terhadap para ulama atau pihak-pihak yang tak sejalan dengan penguasa, termasuk juga penegakan hukum yang tebang pilih.

Kesalahan yang sama, seperti tergambar dalam penyebaran berita-berita hoax; ketika itu dilakukan oleh pendukung Prabowo, maka proses hukum akan secepatnya bekerja. Sebaliknya, kalau hal yang sama dilakukan oleh pendukung penguasa, jangankan diproses secara hukum, yang ada justru pelakunya dilindungi dan bahkan dibelanya.

Sikap-sikap politik partai politik pendukung Jokowi yang cenderung bukan sekadar tidak bersahabat, tapi memusuhi dan bahkan vis a vis dengan umat Islam, inilah yang menyebabkan mainstream warga Muhammadiyah dan bagian umat Islam lainnya tidak tertarik untuk memilih Jokowi pada Pilpres 2019. Bahkan, bukan hanya tidak tertarik memilih Jokowi, tapi juga tidak tertarik untuk memilih parta-partai pendukung Jokowi. Semoga.

Bukit Puncak Lio, Salem, Brebes

[Oleh : Ma’mun Murod Al-Barbasy. Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta]

Kamis, 27 Desember 2018

Haram memberi ucapan selamat natal kepada kaum Kristen menurut aqidah Islamiyah

Slam natal
Illat terlarangnya memberikan ucapan selamat natal kepada Kristiani menurut aqidah Islamiyah adalah :

Ummat Kristen menyembah mempertuhankan mentuhankan isa yaitu bayi yang di lahirkan di kandang ternak.
Isa Al-masih di yaqini ialah Allah yang menyerupai manusia.

Isa Al-masih adalah tuhan yang menebus dosa manusia.

Isa Al-masih adalah tuhan yang menjadi juru selamat bagi manusia.

Keyaqinan tersebut menurut aqidah Islamiyah adalah bathil yang wajib di tolak.
Karenanya memberikan ucapan selamat kepada pelaku kebathilan kemusyrikan dan kekufuran adalah kufur (haram/Terlarang).

Kalau mau ucapkan selamat atas hari kelahiran isa ya ucapkanlah kepada sesama orang yang benar aqidahnya seperti berilah ucapan salam atas kelahiran isa kepada sesama muslim.
Tapi ini kok neko-neko.

Kalau mau neko-neko jangan tanggung semuanya rasul saja si berikan ucapan selamat milad.
Namun islam bukan begitu, islam sudah memberikan penghormatan dengan me doakan Para Rasul dengan alaihimussalam.
Itu kajian aqidah.

Lain kalau kajian hubungan pluralitas sosial.
Sayangnya hal ini ranahnya aqidah bukan mu'amalah dan mu'asyarah sosial.

تهنئة الكفار بعيد الكريسمس أو غيره من أعيادهم الدينية حرام بالاتفاق ، كما نقل ذلك ابن القيم - يرحمه الله - في كتاب ( أحكام أهل الذمة ) حيث قال : " وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق ، مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم ، فيقول: عيد مبارك عليك ، أو تهْنأ بهذا العيد ونحوه ، فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثماً عند الله.
Salam kepada kaum kafir pada hari natal atau perayaan yang lainnya yang merupakan ritual keagamaan itu disepakati keharamannya.
.....
Ucapan salam tahniyyah pada syi'ar-syi'ar kafir itu juga di sepakati keharamannya.
....

وإنما كانت تهنئة الكفار بأعيادهم الدينية حراماً وبهذه المثابة التي ذكرها ابن القيم لأن فيها إقراراً لما هم عليه من شعائر الكفر، ورضى به لهم ، وإن كان هو لا يرضى بهذا الكفر لنفسه ، لكن يحرم على المسلم أن يرضى بشعائر الكفر أو يهنّئ بها غيره ، لأن الله تعالى لا يرضى بذلك كما قال الله تعالى :  إن تكفروا فإن الله غني عنكم ولا يرضى لعباده الكفر وإن تشكروا يرضه لكم.
Sesungguhnya ucapan tahniyah untuk perayaan keagamaan kaum kafir itu haram, dan dosa yang disebutkan oleh ibnul Qayyim adalah karena dengan begitu berarti mengakui syi'ar-syi'ar kekufuran dan meridhanya.

إنكم لاقون اليهود غدا, فلا تبدؤوهم بالسلام, فإن سلموا عليكم فقولوا: وعليك
Besok Kalian akan jumpa orang yahudi,maka jangan mulakan salam padanya,namun jika mereka memberikan salam pada kalian maka jawablah "wa 'alayka".
Yang ini maksudnya salam bukan pada hari raya kebathilan,hanya salam pada pertemuan.
Namun nabi larang untuk mengawali salam, dan apabila muslim di salami maka hanya boleh menjawab "wa' alayka" yang artinya "dan kamu juga".

Minggu, 09 Desember 2018

Para rasulullah hanya di tugaskan sebagai mubasysyir (penghibur) dan mundzir (pemberi peringatan)

Ada kesalahan yang sering di ceritakan, yaitu :
Kisah pelacur Yahudi yang di klaim masuk surga karena peduli anjing yang sedang kelaparan.
Diantara kita berasumsi pendek dengan meyakini kisah masuk surganya si pelacur yang sudah bolong itu benar-benar terjadi karena ucapan nabi.

Dan di sebaliknya yaitu kisah seseorang yang taat Allah dan rajin ibadah yang di sebutkan oleh nabi ia masuk neraka hanya karena ia mengurung kucing sampai mati.
Kisah ini juga di yaqini kebenarannya bahwa si taat itu masuk neraka, karena nabi yang mengucapkannya.


Saudaraku!
Nabi bukan yang melemparkanmu di neraka karena sedikit kemaksiatanmu,dan tidak mengangkutmu ke surga karena sebagian keta'atanmu. Terus dimana haq Tuhanmu kalau tiap-tiap masalah di serahkan kepada makhluqnya.

Nabi tidak punya otoritas mencampuri urusan Allah kecuali dapat izin darinya.

Berulang-ulang kali di sebutkan didalam kitab sucimu juga kitab suciku bahwa nabi dan rasul itu di utus oleh Allah untuk berda'wah menuntun ummat kepada kebajikan sekaligus memberikan iming-iming surga, artinya para rasul dan nabi itu di sebut-sebut sebagai MUBASYSYIR.
Begitu juga, mereka juga di tugaskan oleh Allah untuk memberikan peringatan dan menakut-nakuti siksa neraka bagi pelaku kedurhakaan dan segala bentuk/rupa kejahatan sebagai konsekwensinya.
Di antara ayat yang menyebutkan rasulullah adalah sebagai MUBASYSYIR dan MUNDZIR :
Surga dan neraka urusan Allah
{ وما أرسلناك إلا كافة } حال من الناس قدم للاهتمام { للناس بشيرا} مبشرا للمؤمنين بالجنة { ونذيرا} منذرا للكافرين بالعذاب { ولكن أكثر الناس } أي كفار مكة { لا يعلمون } ذلك.

( وما نرسل المرسلين إلا مبشرين ومنذرين ويجادل الذين كفروا بالباطل ليدحضوا به الحق واتخذوا آياتي وما أنذروا هزوا ( الكهف. 56 )

يقول عز ذكره : وما نرسل رسلنا إلا ليبشروا أهل الإيمان والتصديق بالله بجزيل ثوابه في الآخرة ، ولينذروا أهل الكفر به والتكذيب ، عظيم عقابه ، وأليم عذابه ، فينتهوا عن الشرك بالله ، وينزجروا عن الكفر به ومعاصيه.

 إنَّا أَرْسَلْنَاك بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا } وَمَعْنَى قَوْله جَلّ ثَنَاؤُهُ : { إنَّا أَرْسَلْنَاك بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا } إنَّا أَرْسَلْنَاك يَا مُحَمَّد بِالْإِسْلَامِ الَّذِي لَا أَقْبَل مِنْ أَحَد غَيْره مِنْ الْأَدْيَان - وَهُوَ الْحَقّ - مُبَشِّرًا مَنْ اتَّبَعَك فَأَطَاعَك وَقَبِلَ مِنْك مَا دَعَوْته إلَيْهِ مِنْ الْحَقّ , بِالنَّصْرِ فِي الدُّنْيَا , وَالظَّفْر بِالثَّوَابِ فِي الْآخِرَة , وَالنَّعِيم الْمُقِيم فِيهَا ; وَمُنْذِرًا مَنْ عَصَاك فَخَالَفَك وَرَدَّ عَلَيْك مَا دَعَوْته إلَيْهِ مِنْ الْحَقّ بِالْخِزْيِ فِي الدُّنْيَا , وَالذُّلّ فِيهَا , وَالْعَذَاب الْمُهِين فِي الْآخِرَة.
(البقرة. ١١٩).

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (الفتح.٨)
إنما تنذر من اتبع الذكر وخشي الرحمن بالغيب، فبشره بمغفرة وأجر كريم. (يس).
Sesungguhnya Allah mengutus para rasul itu sebagai mubasysyir (penghibur kesenangan di akhirat) bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih.
Dan para rasul itu sebagai mundzir (pemberi peringatan akan adzab Allah) bagi para pelaku kekufuran dan kemaksiatan.

Dengan begitu,maka maksud dari kisah si sundel/pelacur yang masuk surga karena peduli anjing yang kelaparan,adalah berbuat baiklah walau bernilai kecil dengan rasa belas kasih dan ikhlas,barangkali dengan sedikit amal baik itu menjadi wasilah keselamatan.

Dan hindarilah perbuatan buruk dan salah walau kepada binatang karena sesungguhnya sekecil kesalahan itu bukan kemuliaan yang bisa saja mencelakakan.

Berikutnya
Maksud istilah surga adalah pahala
Maksud istilah neraka adalah dosa.

Adapun seseorang itu di masukkan kedalam surga atau neraka adalah melalui jalur hukum dan pengadilan tuhan seperti menimbang amal dan pengampunan dosa termasuk soal prerogative Allah.
Wallahu a'lam.

"NUR S"

info salamtime

SIAPAKAH AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH ?

Benarkah AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH itu asy'ariyyah?  Saya akan jawab persoalan yang terus menipu orang online maupun orang offline...