Eramuslim

Senin, 14 Agustus 2017

"Bunuh bunuh bunuh menterinya sekarang juga" nyanyian santri NU di demo five days school

Rakyat Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyayangkan dan prihatin atas pelibatan anak-anak dalam aksi demonstrasi menolak Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Sebab, masih ada cara lain yang lebih efektif untuk menyampaikan aspirasi atas suatu kebijakan.
“Ucapan atau ujaran kasar yang dilontarkan anak-anak dalam aksi sebagaimana cuplikan video tersebut sangat tidak patut dan berbahaya bagi tumbuh kembang anak. Pasalnya, anak-anak dididik dan disekolahkan agar nantinya mereka dapat lebih beradab dan berkasih sayang untuk hidup bermasyarakat,” tegas Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty pagi ini.
Pernyataannya ini terkait unjuk rasa sekelompok santri yang videonya viral di media sosial beberapa hari belakangan ini. Karena dalam unjuk rasa menolak Permendikbud 23/2017 tersebut, para santri mengeluarkan kata-kata yang bernada ancaman

Pada aksi tersebut, terlihat anak-anak menggunakan baju koko, sarung dan kopiah tengah dilengkapi spanduk dan membawa bendera NU seraya meneriakkan takbir dan memekikkan ucapan “bunuh, bunuh, bunuh menterinya, bunuh menterinya sekarang juga.”
KPAI melihat dengan adanya ucapan atau ujaran kasar sebagaimana dimaksud tidak sesuai dengan etika dan moral kebangsaan kita. Apalagi hingga berteriak ‘membunuh’ hanya untuk menolak suatu kebijakan.
“Membunuh tidaklah dibenarkan dalam ajaran agama apapun, bertentangan dengan tata aturan perundang-undangan, dan bukan cerminan murni jiwa anak-anak,” tegasnya.
Dengan adanya ucapan tidak patut dari anak-anak tersebut, KPAI prihatin adanya pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan anak untuk kepentingan tertentu, seolah rasa kasih sayang di antara sesama anak bangsa sudah mulai luntur.
Karena itu, KPAI mengimbau agar semua pihak menahan diri dan tidak memanfaatkan anak untuk kegiatan atau aktivitas yang sangat membahayakan tumbuh kembangnya.
“Sebaiknya saluran aspirasi penolakan atas suatu kebijakan diganti dari melakukan aksi turun ke jalan, menjadi dialog untuk mencapai kesepakatan. KPAI percaya negara mendengar setiap aspirasi warga negaranya asalkan disampaikan dengan santun dan membuka diri untuk berdialog,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui aksi penolakan FDS tersebut dimotori oleh PBNU. Bahkan PBNU mengnstruksikan kadernya untuk menggelar aksi penolakan terhadap kebijakan lima hari sekolah dalam sepekan tersebut.

Sabtu, 05 Agustus 2017

Tauhid rububiyyah uluhiyyah asma wasifat Allah dibenarkan oleh seluruh muslimin kecuali yang gagal faham

Nur S

Kalau yang beda non NU ya wahabi sesat. Kalau yang beda sesama NU ya baik-baik saja. Itu sudah karakter.
Ngaku asya'irah tapi asal ngaku tapi tidak tahu luas pendapat asy'ari. Terkadang asy'ari sependapat dengan bapaknya tirinya yang muktazilah ya harus dibenarkan tanpa harus bilang asy'ari masih muktazilah.

Dalil rububiyyah dan uluhiyyah itu ada mas, banyak.
Ini kan pembahasan balaghah , manthiq falsafah.
Makannya ranah ini masuk dalam Filosofi kalam theological.
Biasanya NU itu jago dalil gotak gatik. Kok sampeyan balik haluan seolah rububiyyah wa uluhiyyah ini tidak berdalil.
Iki piye...

1 jam yang lalu · SukaLainnya

Musyafak Ali
minta dalilnya nabi membagi tauhid menjadi 3. Dan gitu aja!

1 jam yang lalu · SukaLainnya

Nur S

Saya minta dalil tahlil 40/100/1tahun.
Yang pernah diklaim sunnah nabi.
Ini kan githak gathuk.

Tauhid rububiyyah dan uluhiyyah ini bukan tauhid wahabi tapi demi membentengi kemurnian islam daripada model ketuhanan kaum diluar islam.

معنى توحيد الربوبية والألوهية:

توحيد الربوبية: هو توحيد الرب بأسمائه وصفاته وأفعاله.
وتوحيد الألوهية: هو توحيد الله بأفعال العباد كالصلاة والدعاء.
والربوبية والألوهية لهما إطلاقان:
تارة يذكر أحدهما مفرداً عن الآخر، فيكون معناهما واحداً، كما قال سبحانه: {قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ} [الأنعام: 164].
وتارة يذكران معاً، فيفترقان في المعنى.
فيكون معنى الرب الخالق المالك، الذي بيده الخلق والأمر كله.
ويكون معنى الإله المعبود المستحق للعبادة وحده دون سواه، كما قال سبحانه: {قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ [1] مَلِكِ النَّاسِ [2] إِلَهِ النَّاسِ [3] مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ [4] الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ [5] مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ [6]} [الناس:1- 6

Maqbul

Mohon dikirimi literaturnya.
Kamis pukul 13:00SukaBalasHapus

Muhammad Afdhol El-Wasathi

Bismillaahi.
Aswaja pun menemukan istilah
"al-rububbiyyah,al-uluuhiyyah, Wal-ShifaatuHuu"
Bahkan istilah ini sudah dikenal sebelum lahirnya ibnul wahhab dan ibnu taimiyyah.
Hanya saja pembagiaannya nanti muncul pada zaman ibn taimiyyah.
Jadi menurut hamat kami itu hal yang biasa jika bertujuan untuk lebih cepat memahamkan kpd ummat.
(Tariiqatul bayaani)
Kamis pukul 13:21SukaBalasHapus

Nur S

Rububiyyah
-mengEsakan Allah dengan nama2nya sifat2nya dan af'alnya.

Uluhiyyah
-mengEsakan Allah dengan mengerjakan aktivitas penghambaan seperti melakukan shalat dan berharap (do'a).

Terkadang satu dari keduanya diucapkan sendirian maka jika begitu ia berarti satu.contoh ayat 164 dari surat Al-an'am "ada dua kalimat RABB yang bermakna satu yaitu TUHAN (rububiyyah).katakanlah ! Maka apakah pada selain Allah saya mencari tuhan padahal Ia adalah tuhan segala sesuatu".

Terkadang keduanya di ungkapkan,contoh pada surat An-Naas.
Ayat pertama RABB digunakan bermakna rububiyyah manusia.
Ayat ketiga tauhid asma Allah ملك الناس Tuhan yang merajai manusia.
Ayat ketiga adalah ulihiyyah Tuhan إله الناس Tuhan manusia Tuhan yang disembah diharapkan diserahi segala urusan.
Kamis pukul 14:13SukaBalasLainnya

Maqbul

Saya butuh referensinya
Kamis pukul 16:04SukaBalasHapus

Muhammad Afdhol El-Wasathi

Silahkan merujuk ke tulisan saya bandaen saudara Maqbul.
Kamis pukul 16:42SukaBalasHapus

Nur S

Ulama sunni dengan nisbat apapun itu islam,mereka mengakui trilogi tauhid.
Imam besar fpi habib rizieq saja mengakui trilogi tauhid yang tetap satu.
Didalam aqidatul awam juga gamblang disebutkan asma wa sifat TUHAN,keEsaan dan sesembahan makhluk.

Namun saya perhatikan diantara kedua belah pihak yang bertikai masalah filosofi teologis ini sering salah prasangka kecilnya.

Si sarkub menolak mentah2 trilogi ini jelas keliru menurut salah satu imam aswaja fpi itu.

Sedangkan si salafi di anggap salah karena menyatakan kaum musyrik itu BERTAUHID rububiyyah.

Silahkan dikembangkan lagi kritik habib rizieq itu.

Bisa anda tonton di yuotube dg mencoba ketik keyword "trilogi tauhid habib rizieq".
Kamis pukul 17:06SukaBalasLainnya

Maqbul

Muhammad Afdhol El-Wasathi# saya hanya butuh kitabnya, mau membaca trilogi tauhid ibn taimiyah.
Kamis pukul 17:13SukaBalasHapus

Maqbul

Inilah Tauhid Bid'ah Wahabi - YouTube

Inilah Tauhid Wahabi yang membagi Tauhid menjadi 3 (Trilogi). Pembagian ini adalah kebid'ahan yang nyata yang tak pernah diajarkan oleh Rosulullah saw, Sahab...

youtube.com
Kamis pukul 17:16Suka1BalasHapus

Nur S

Ya,menurut sebagian Nahdliyin,habib rizieq ini sama saja dg wahabi karena alasan ia membenarkan trilogi tauhid. Trilogi tauhid bagi mereka sudah final tertolak, Padahal semua sunni membenarkannya.
Kita harus jeli teliti betul.
Manakah yang bathil fasad dan sahih.
Muslim yg mudah terprovokasi itu dominan.

Kita sulit menemui referensi yang gamblang dari golongan salafiyun tentang pembagian tauhid ini,maka yg kita perlukan adalah mengumpulkan bukti2 yang berserak, falsafah teologi ini diterima atau tindak.
Itu yg bisa kita lakukan
Kamis pukul 17:35SukaBalasLainnya

Mnr Cánada

Kekeliruan total jika orang kafir itu dikatakan ber-"tauhid"..
Kemarin pukul 6:07SukaBalasHapus

Nur S

habib rizieq shihab dia menerima rububiyyah uluhiyyah asma wa sifat Allah. Yakni dia kesepahaman dengan ibn taimiyyah malah ia menyebutkan bagus pada faham trilogi tauhid itu.
Namun ia hanya tidak setuju qaum musyrik dinyatakan memiliki tauhid walau hanya rububiyyah karena jelas perbuatan syirik berlawanan dengan tauhid.

Qultu:
Pertama. Jika begitu sarkub NU telah keliru karena telah menolak mutlak trilogi tauhid,sarkub rupanya tidak sedang membantah wahabi tapi membantah imam besar fpi yang bersaudara dekat dengannya.

Kedua. HRS menyatakan musyrik kepada qaum quraish yang meminta pertolongan kepada ashnam/patung walau dengan dalih ruh ashnam itu hanya sebagai jalan pengantar taqarrub kepada Allah saja
ما نعبدهم إلا ليقربونا إلى الله زلفى.
Mafhum muwafaqahna,muslim yang menyerupai perbuatan musyrik itu juga syirik,من تشبه بقوم فهو منهم siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia dihukumi sama seperti kaum itu.
Pertanyaanya,muslim yang meminta-minta bantuan kepada arwah atau jin itu bolehkah disebut sebagai qaum musyrik tanpa menyebut dia muslim lagi walau zhahirnya islami dia membangun mushalla kadang mengadakan dzikir islami dirumahnya, menitipkan anaknya di pesantren,dan dia mengakui diri seorang muslim,dst??
Jika tidak bisa disebut muslim lagi apakah berarti dia telah musyrik kabir yang mengeluarkan dirinya dari islam dan gugur kewajiban2 muslim lain dalam melayaninya secara islam dan tidak sah segala ibadahnya.
Atau ia separuh bertauhid dan separuh syirik? Loh kok bisa,bukankah kata HRS syirik ya syirik tidak bisa separuh syirik dan separuh bertauhid.

Ketiga.HRS & sarkub NU benar-benar tidak sudi kalau kaum yahudi,nasrani dan musyrikun itu mengakui bertuhan yang satu tapi sebagian sarkub NU mengakui mereka adalah saudara seagama samawi,sama-sama punya iman kepada Allah tuhan sang khaliq yang esa hanya lain jalan,lain nabi dan lain syariatnya. Orangnya NU ini super aneh karena inkonsisten.
Ini menunjukkan kalau mereka itu disebut musyrik ulihiyyah karena sikap kultus mereka pada makhluq baik makhluq hidup atau mati,tapi tidak musyrik pada rububiyyahnya karena mereka masih ada iman kepada satu tuhan sang khaliq pemilik kerajaan surga.
Kalau saja yahudi nasrani shabiin jahiliyah itu tidak menyekutukan Tuhan dalam hal uluhiyyahNya asma dan sifatNya maka mereka tidak disebut kaum musyrik karena rububiyyahnya sudah bertauhid.
Dan lagi-lagi ketauhidan ahlul kitab dan shabiin secara rububiyyah ini juga diakui NU pluralis/liberalis.
Mengapa wahabi yang selalu di labrak..!!


Jumat, 04 Agustus 2017

Sejarah lahirnya ISIS

Islamic State of Iraq and Syria atau yang dikenal dengan singkatan arapnya Da’ish atau Daesh merupakan sebuah kekhalifahan ekstrimis jihadis Sunni yang berbasis di Iraq dan Syria, di Timur Tengah. Sejarah lahirnya ISIS dimulai pada tahun 1999 dimana saat itu kelompok ini masih bernama Jama’at al-Tawhid wal-Jihad dan pendahulu dari Tanzim Qaidat al-Jihad fi Bilad al-Rafidayn yang biasa dikenal sebagai Al-Qaeda. Pada tahun 2006, kelompok ini bergabung dengan kelompok serupa untuk membentuk Mujahideen Shura Council yang berkonsolidasi lebih jauh untuk membentuk Islamic State of Iraq (ISI). Pada masa puncaknya, ISI mendapat perhatian penuh di Al Anbar, Nineveh, Kirkuk, dan area-area lainnya. Pada tahun 2008, banyak kelompok Sunni Iraq yang mengkritik cara mereka yang kasar, membuat popularitasnya menciut.
Tumbuhnya ISIS
Sejarah lahirnya ISIS bermula dari Jama’at al-Tawhid wal-Jihad, sebuah pasukan milisi yang dipimpin dan didirikan oleh seorang berkebangsaan Jordania, Abu Musab al-Zarqawi. Menyusul invasi Iraq pada tahun 2003, Jama’at al-Tawhid wal-Jihad berhasil menjadi terkenal pada era-era awal kekacauan di Iraq bukan hanya dengan menyerang tentara koalisi, tapi juga dengan serangan bunuh diri yang berkali-kali dilakukan yang tidak jarang menjadikan sipil sebagai target mereka. Hal lain yang membuat nama mereka dikenal dunia adalah pemenggalan tawanan, salah satunya Nick Berg yang videonya disebarkan kemana-mana.
Kelompok pemberontak arahan al-Zarqawi ini menjadi semakin besar dan mulai menarik petarung-petarung baru. Puncaknya adalah pada bulan Oktober tahun 2004, dimana kelompok ini secara resmi memutuskan untuk bergabung dengan jaringan al-Qaeda miliki Osama bin Laden dan mengganti namanya menjadi Tanzim Qaidat al-Jihad fi Bilad al-Rafidayn yang juga dikenal sebagai Al-Qaeda in Iraq (AQI). Semenjak kejadian ini, serangan AQI terhadap masyarakat sipil dan pemerintahan Iraq, serta pasukan keamanan mulai meningkat tajam. Pada surat yang ditujukan untuk al-Zarqawi pada Juli 2005, pemimpin deputi al-Qaeda saat itu, Ayman al-Zawahiri menuliskan sebuah rencana empat tingkat yang akan dilakukan untuk memperluas perang Iraq yang di dalamnya termasuk menendang keluar tentara Amerika dari Iraq, membangun sebuah kekhalifahan, memperluas konflik ini kepada tetangga Iraq yang sekuler, dan ikut serta dalam konflik Arab dan Israel.
Sejarah lahirnya ISIS kembali mencapai titik baru saat Tanzim Qaidat al-Jihad fi Bilad al-Rafidayn bergabung dengan beberapa kelompok serupa dari Iraq pada 15 Oktober 2006 dam mengubah nama mereka menjadi Dawlat al-Iraq al-Islamiyyah atau Islamic State of Iraq (ISI). Studi dari badan intelijen Amerika pada awal tahun 2007 menyatakan bahwa ISI berniat untuk mengambil alih kekuasaan di area pusat dan barat negara tersebut dan mengubahnya menjadi negara Islam Sunni. Kelompok baru ini semakin meningkat kekuatannya dan mulai mendapat banyak pengakuan di berbagai tempat seperti Al Anbar hingga Baghdad. Mereka juga melakukan klaim Baqubah sebagai ibukota.
Pada tahun 2007, kelompok ini melakukan sebuah serangan yang amat kejam dan menyeluruh terhadap masyarakat Iraq. Serangan ini melukai image yang selama ini mereka coba buat, dan membuat kelompok ini kehilangan banyak pendukung. Bukan hanya kehilangan pendukung, masyarakat sekitar juga mulai mengisolasi orang-orang yang mereka kenal sebagai anggota ISI. Beberapa militan Sunni yang dulu tergabung dalam kelompok ini juga mulai memihak kepada pasukan Amerika, dimana pasukan Amerika kemudian memberi suplai lebih banyak dan dengan bantuan orang-orang baru demi menjalankan operasi yang menyerang grup ini langsung.
Titik tertinggi dalam sejarah lahirnya ISISdimulai pada bulan Maret 2011 dimana terjadi proses di Syria terhadap pemerintahan yang tengah berlangsung dan dipimpin oleh Bashar al-Assad. Di bulan tersebut, sering terjadi kekerasan antara para demonstran dengan tenaga pengamanan yang kemudian berlanjut pada militerisasi konflik terkait. Pada April 2013, al-Baghdadi merilis sebuah statement audio dimana isinya tentang pendirian dan penyokongan finansial barisan al-Nusra oleh ISI dan bahwa kedua kelompok tadi bergabung membentuk ad-Dawlah al-Islamiyah fil Iraq wa ash-Sham. Al-Jawlani yang saat itu menjadi pemimpin al-Nusra menerbitkan sebuah statement yang mengatakan bahwa ia menolak penggabungan tersebut dan bahwa ia sama sekali tidak mengetahui tentang hal itu. Pada Juni 2013, Al Jazeera melaporkan bahwa mereka menerima sebuah surat dari pemimpin al-Qaeda, yaitu Ayman al-Zawahiri yang juga menolak penggabungan tersebut. Di bulan yang sama, al-Baghdadi kembali merilis sebuah pesan audio menolak pemerintahan al-Zawahiri dan mendeklarasikan bahwa penggabungan akan tetap terjadi. Pada bulan Oktober 2013, al-Zawahiri mulai menjadi keras dan memerintahkan untuk pembubaran ISIS serta menjadikan al-Nusra memipin usaha jihad di Syria. Al-Baghdadi tidak menyerah, dan malah mempertanyakan kepemimpinan al-Zawahiri dengan basis yuriprudensi Islam. Akhirnya, pada Februari 2014 al-Qaeda memutuskan seluruh hubungan mereka dengan ISIS.
Sejarah lahirnya ISIS selesai tanpa mengakhiri gerakan jihad ini karena pada 29 Juni, ISIS melepaskan kata-kata “Iraq dan as-Sham” pada nama mereka dan mulai memanggil diri mereka sebagai Islamic State (IS) yang secara bersamaan memproklamirkan diri mereka sendiri sebagai kekhalifahan dan mengangkat Abu Bakar al-Baghdadi sebagai khalifah mereka. Deklarasi kekhalifahan ini menjadi bahan kritik pedas dari berbagai petinggi Islam. Para analis juga menilai pelepasan kata “Iraq dan as-Sham” merupakan sebuah cara bagi IS untuk melebarkan lingkup kelompok ini. Analis teroris, Laith Alkhouri juga menyimpulkan bahwa setelah menundukkan banyak area di Syria dan Iraq, IS merasa bahwa ini adalah saat yang tepat bagi mereka untuk mengambil alih kontrol akan pergerakan jihadis dalam skala global.

Selasa, 01 Agustus 2017

Nabi muhammad sering kena teguran Allah ketika lalai pada prinsip bathin

Secara zhahir,kekeliruan yang tampak tetap di hukumi keliru dan boleh di balas dengan reaksi zhahir,ia tidak bisa dibenarkan.
Namun hukum bathin ikut campur untuk menenangkan.
Itulah sebab para peminat kebatinan selalu menasihati ahli fiqih.
Hukum Fiqih syari'at bertujuan untuk memberi rasa nyaman kebebasan keadilan dan tegas atas upaya pelecehan. Karena itu tidak salah kalau nabi sering marah-marah dan mengucapkan kata laknat atau kebencian atas kejahatan kefasihan dan segala kemaksiatan.


Nabi muhammad tetaplah manusia karena itu ia sering kena tegur Allah sebab kelalaiannya.

-Sewaktu Nabi Muhammad SAW mula berdakwah di Makkah, baginda merasakan bahwa Islam akan lebih mudah tersebar jika lebih ramai golongan kaya dan bangsawan memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, suatu hari, ketika Nabi Muhammad SAW sedang berdakwah kepada golongan bangsawan, tiba-tiba datanglah Abdullah Bin Ummi Maktum, seorang yang buta dan miskin kepada Nabi Muhammad SAW bertanyakan tentang Islam. Nabi Muhammad SAW tidak melayaninya, sebaliknya meneruskan dakwahnya kepada golongan bangsawan tersebut. Lalu, Allah SWT menurunkan Surah A’basa sebagai teguran terhadap sikapnya:
عبس وتولى
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling.
أن جاءه الأعمى
karena telah datang seorang buta kepadanya.
وما يدريك لعله يزكى
tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa).

atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,Maka kamu melayaninya.Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman).

-Inkar Allah terhadap nabi yang hendak hilang kesabaran dalam berda'wah agar tidak memaksa

Surat yunus ayat 99 dan dikuatkan dengan beberapa ayat :
ولو شآء ربك لآمن من فى الأرض كلهم جميعا افأنت تكره الناس حتى يكونوا مؤمنين

يقول تعالى: { ولو شاء ربك} يا محمد لأذن لأهل الأرض كلهم في الإيمان، ولكن له حكمة فيما يفعله تعالى، كقوله تعالى: { ولو شاء ربك لجعل الناس أمة واحدة} ، وقال تعالى: { أفلم ييأس الذين آمنوا أن لو يشاء اللّه لهدى الناس جميعا} ، ولهذا قال تعالى: { أفأنت تكره الناس} أي تلزمهم وتلجئهم، { حتى يكونوا مؤمنين}أي ليس ذلك عليك ولا إليك { ليس عليك هداهم ولكن اللّه يهدي من يشاء} ، { إنك لا تهدي من أحببت} ، { فإنما عليك البلاغ وعلينا الحساب}.

- Nabi Berjanji tanpa Insya Allah
Suatu hari, kaum Quraisy mengutus an-Nadir bin al-Harts dan Uqbah bin Abi Mu’ith menemui seorang pendeta Yahudi di Madinah untuk bertanyakan tentang kenabian Nabi Muhammad. Lalu, kedua utusan itu menceritakan segala hal yang berkaitan dengan sikap, perkataan, dan perbuatan Muhammad. Mereka juga bertanya bagaimanakah caranya untuk mengetahui bahawa Muhammad itu seorang nabi ataupun seorang penipu?

Lalu, pendeta Yahudi berkata, “Tanyakanlah kepada Muhammad akan tiga hal. Jika dapat menjawabnya, ia Nabi yang diutus. Akan tetapi, jika tak dapat menjawabnya, ia hanyalah orang yang mengaku sebagai Nabi. Pertama, tanyakan tentang pemuda-pemuda pada zaman dahulu yang bepergian dan apa yang terjadi kepada mereka (Ashabul Kahfi). Kedua, tanyakan juga tentang seorang pengembara yang sampai ke Timur dan Barat (Zulqarnain) dan apa yang terjadi padanya. Ketiga, tanyakan pula kepadanya tentang roh.”

Pulanglah utusan itu kepada kaum Quraisy. Lalu, mereka berangkat menemui Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam dan menanyakan ketiga persoalan tersebut di atas. Tanpa banyak bicara, nabi Muhammad SAW berkata, “Aku akan menjawab pertanyaan kalian besok.”

Pada keesokan hari, kaum Quraisy mulai datang bertanyakan jawapan. Malangnya wahyu Allah tidak diturunkan. Lalu Nabi Muhammad tidak dapat memberitahu mereka apa-apa. Begitulah sehingga hari – hari berikutnya, Allah tidak menurunkan sebarang wahyu. Orang-orang Makkah mulai mencemoh dan Nabi Muhammad SAW  sendiri sangat sedih, gundah gulana, dan malu karena tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada kaum Quraisy.

Hanya pada beberap hari berikutnya barulah Jibril datang membawa wahyu yang menegur Nabi Muhammad SAW:
ولا تقولن لشيء إني فاعل ذلك غدا إلا أن يشاء الله
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut); ‘Insya Allah’.” (Al-Kahfi).

Boleh menggambar fisik nabi (nahdliyin rusak aqidah)

Copas dari artikel yang di muat di website nu.

ROLAND GUNAWAN
Memaknai Maulid Nabi SAW
Ketika masih di Kairo, suatu saat saya diundang menghadiri
pesta Ulang Tahun Kelahiran seorang teman yang ke-20 di
Daerah Jami’, di samping Masjid Syarbini. Karena bertepatan
dengan malam Jum’at, seperti biasa kami membaca surat
Yasin bersama. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan doa
yang dipimpin oleh saudara misan teman saya itu.
Sebenarnya, acara ketika itu bukan semata-mata perayaan
Ulang Tahun Kelahiran, tetapi juga dalam rangka
memperingati Maulid Nabi Besar Muhammad saw., sekaligus
berdoa atas meninggalnya ayah salah seorang teman kami
yang ada di Indonesia.
Setelah doa bersama selesai, kemudian dilanjutkan dengan
“ceramah”—kalau boleh dibilang demikian. Semula saya
mengira “ceramah” itu akan disampaikan oleh saudara misan
teman saya itu, sebab menurut saya, dia lebih alim dan
nampak lebih bijak. Hal itu terbukti ketika memimpin doa, dia
nampak lebih khusyu’, lebih memahami dan menghayati doa
yang dibacakannya. Tetapi ternyata dugaan saya meleset,
teman saya itu malah menyuruh saya. Terus terang saya
agak sedikit terkejut, sebab sebelumnya tidak ada
pemberitahuan. Tetapi karena merasa tidak enak, dan karena
melihat selama ini dia telah banyak berbuat baik terhadap
saya, akhirnya saya pun mau juga.
Dalam “ceramah” itu saya mencoba menghubung-hubungkan
antara Maulid Nabi, kematian, dan Ulang Tahun Kelahiran.
Lho, kok bisa? Apa hubungannya? Memang sih tidak ada
hubungannya, tetapi dengan imajinasi, apapun—menurut Ibn
Arabi—bisa dihubungkan.
Semua manusia dilahirkan ke muka bumi, kemudian akan
dimatikan, setelah itu Tuhan akan menciptakan manusia baru
sebagai generasi selanjutnya, dan begitu seterusnya. Kita
semua dilahirkan, dan kita akan melangkah menuju kematian.
Entah kapan kematian itu akan menyapa kita. Kita barangkali
sempat berangan-angan untuk dapat hidup seribu tahun lagi,
tetapi kita juga bisa tidak melihat matahari di esok hari. Ya,
intinya semua akan mati, dan alangkah lebih baiknya jika
dalam perjalanan menuju kematian itu kita isi dengan sesuatu
yang bermakna. Memang sih sama saja, berbuat atau tidak
berbuat, semua akan mati. Orang yang berbuat jelek, orang
yang berbuat baik, semua akan mati. Orang shaleh,
pencoleng, maling dan lain sebagainya, mereka semua akan
mati. Tapi orientasi hidup kita bukan hanya untuk kita sendiri
saja, tapi juga demi generasi-generasi yang datang, lebih-
lebih sebagai tanggungjawab kita di hadapan Tuhan kelak di
akhirat. Maka mau tidak mau kita harus berkarya, agar
dengan bangga kita bisa menunjukkannya kepada generasi-
generasi setelah kita, dan agar kita bisa tenang nanti di alam
baka.
“I’malû fawq-a mâ ‘amilû” (Berbuatlah kamu melebihi apa
yang mereka—para generasi terdahulu—perbuat). Itulah kata-
kata Kiyai saya waktu masih di pondok dulu. Dan itu sesuai
dengan semangat yang terkandung dalam beberapa ayat al-
Qur`an yang memerintahkan kita untuk berbuat hal yang lebih
baik dari para generasi terdahulu. Saya percaya bahwa al-
Qur`an memang diturunkan di masa Nabi, tetapi bukan untuk
zaman itu saja, bagi kita juga masih berlaku, dan sampai
kapanpun akan tetap berlaku. Bukankah al-Qur`an itu “shâlih
li kulli zamân wa makân” (relevan untuk setiap ruang dan
waktu)?”
Rasulullah dan para sahabat beliau telah berbuat yang lebih
baik dari generasi-generasi Arab sebelumnya. Demikian juga
para tokoh klasik, mereka telah berbuat yang lebih baik dari
zaman sebelum mereka. Mereka berhasil mengembangkan
dasar-dasar yang telah dibangun pada zaman Rasulullah.
Sekarang bagaimana kita yang hidup di abad 21 ini, apakah
kita sudah melakukan hal yang lebih baik dari apa yang
dilakukan oleh para pendahulu kita? Saya kira, semua akan
mengatakan, “Belum!” Kita masih belum melakukan yang
lebih baik dari mereka. Rasulullah bersabda, “Barang siapa
yang harinya sama dengan kemarin, maka dia telah merugi,
barang siapa yang harinya lebih baik dari hari kemarin, maka
dia telah beruntung, dan barang siapa yang harinya lebih
buruk dari hari kemarin, maka dia telah celaka.” Kalau
berkaca pada hadits ini, berarti kita telah celaka, sebab hari-
hari kita menjadi lebih buruk dari sebelumnya, bukti bahwa
kita celaka adalah betapa kita sering dihina orang, ditindas
dan dijajah.
Saat ini kita merayakan Maulid Nabi Muhammad saw. Tetapi,
sampai sejauh ini, rasanya kok tidak ada manfaat yang kita
rasakan, seolah kita telah melakukan hal yang sia-sia.
Rasulullah bersabda, “Min husni Islâm al-mar`-i tarkuh-u mâ
lâ ya’nîh-i” (Termasuk kualitas keislaman seseorang adalah
meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya).
Kalau peringatan Maulid Nabi ternyata tidak membawa
perubahan dan perkembangan apa-apa bagi kita, buat apa
kita melakukan itu, buang-buang waktu saja! Kasarnya, kita
memang lebih suka melakukan hal yang sia-sia.
Kecintaan kita kepada Nabi bukan dengan merayakan hari
kelahirannya secara rutin setiap tahun, tetapi bagaimana kita
berbuat sesuatu yang lebih baik dari zaman beliau.
Rasulullah adalah seorang guru, keberhasilan seorang guru
adalah kalau ia mampu menjadikan murid-muridnya melebihi
dirinya, bisa berbuat lebih baik dari dirinya. Kalau ada guru
yang bercita-cita ingin membuat murid-muridnya menjadi
sama dengan dirinya, berarti ia telah gagal, apalagi kalau
sampai di bawahnya. Relakah kita bila Rasulullah dianggap
sebagai guru yang gagal? Saya yakin pasti tidak ada yang
rela. Kalau tidak rela, kenapa kita masih tetap seperti ini? Kita
tidak pernah mau maju, malah balik ke belakang. Semua apa
yang ada pada zaman Rasul mau kita ambil dan kita tiru
semuanya. Kita tidak pernah berpikir bahwa kita hidup pada
zaman yang sama sekali lain dari zaman beliau. Ini namanya
kemunduran. Dan kemunduran, bagaimanapun, adalah
sesuatu yang buruk. Kenapa buruk? Sebab kita ini hidup di
suatu zaman yang mana tantangan-tantangannya lebih berat
dari zaman Nabi, sehingga memerlukan upaya-upaya baru
untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut. Tetapi kita
bukan malah melakukan upaya-upaya baru, kita bukan malah
maju, justru yang kita lakukan adalah mundur kebelakang,
terus ke belakang, tidak mau melihat ke depan dan
melangkah ke sana. Padahal antara zaman Rasulullah dan
zaman kita terdapat jarak yang begitu jauh sekali, setelah
zaman Rasulullah dan sebelum zaman kita saat ini terdapat
generasi-generasi lain yang hidup. Generasi-generasi itu telah
berhasil menampilkan Islam sebagai peradaban yang maju.
Sekarang tinggal kita yang melanjutkan dan
mengembangkannya.
Memperingati Maulid Nabi bukan tidak boleh, banyak ulama
yang menganjurkannya. Tetapi, adanya peringatan Maulid
Nabi jangan sampai melahirkan orang-orang yang fanatik,
orang-orang yang tertutup, orang-orang yang senatiasa
melihat zaman ini sebagai neraka yang harus dijauhi. Saya
berani mengatakan bahwa Nabi tidak mungkin berkehendak
seperti itu. Sebab jika demikian, maka sama halnya—saya
mohon maaf kalau kurang sopan—beliau nenelan ludahnya
sendiri. Bukankah hadits yang berbunyi, “Barang siapa yang
harinya lebih baik dari kemarin, maka dia telah beruntung,”
adalah ucapan beliau yang secara tidak langsung menyuruh
kita untuk berbuat lebih baik dari apa yang beliau dan para
shahabat lakukan?
Beberapa tahun yang lalu, banyak menyebar gambar-gambar
yang menghina Nabi. Coba bayangkan, bagaimana Nabi yang
semulia itu dihina. Tetapi kalau dicermati, gambar-gambar
itu sejatinya bukanlah penghinaan terhadap pribadi Nabi atau
kepada Islam, tetapi lebih merupakan ejekan terhadap umat
Muslim—ingat! bukan Islam—yang anti kemajuan. Ketika kita
anti kemajuan, berarti kita celaka, celaka berarti mendapat
penghinaan dari orang.
Dan menurut hemat saya, pada prinsipnya setiap gambar
asalnya adalah mubah atau boleh. Menghina atau tidak, itu
soal lain. Memang ada sebuah hadits yang melarang untuk
menggambar, “Al-mushawwirûn fi al-nâr” (Orang-orang yang
menggambar tempatnya di neraka). Oleh sebagian orang
hadits ini digunakan untuk mengharamkan semua jenis
gambar. Sebab, kata “al-shûrah” dalam bahasa Arab
mempunyai makna yang banyak, bisa lukisan, photo atau
bentuk, dalam artian seperti patung atau hasil pahatan
lainnya. Akan tetapi siapakah yang dimaksud dengan “al-
mushawwirûn fi al-nâr” itu? Jelas, kalau hadits ini hanya
ditelan mentah-mentah, akibatnya akan sangat fatal sekali.
Segala jenis gambar atau lukisan yang merupakan hasil
kreasi manusia akan menjadi tidak boleh. Sebab, dengan
bukti hadits tadi, agama telah melarang.
Sebenarnya, maksud dari “al-mushawwirûn fi al-nâr” dalam
hadits di atas adalah orang-orang yang berkeyakinan bahwa
Tuhan mempunyai bentuk atau gambaran (al-shûrah),
walaupun dalam hati, lalu mereka menyembahnya sebagai
Tuhan yang sebenarnya. Misalkan orang-orang yang
berkeyakinan bahwa Tuhan sama seperti sapi betina (al-
baqarah) lalu mereka mensucikannya. Atau orang-orang
yang berkeyakinan bahwa Tuhan sama seperti matahari, lalu
mereka mengganggap matahari adalah Tuhan. Atau orang-
orang yang berkeyakinan bahwa Tuhan sama seperti bintang,
bulan, ular atau makhluk-makhluk-Nya yang lain. Membuat
gambar atau patung dengan tujuan untuk disembah, dalam
kaca mata agama, jelas hukumnya haram. Orang-orang yang
melakukan itu akan dimasukkan ke neraka. Mereka lupa
bahwa Tuhan adalah “laysa kamitslihi syay`-un”. Tetapi
kalau orang menggambar dimaksudkan untuk tujuan
keindahan sebagai kreasi seni, itu tidak apa-apa. Makanya,
hadits Nabi yang menyatakan bahwa sebuah rumah yang di
dalamnya terdapat patung tidak akan dimasuki para malaikat,
jangan dimaknai secara sederhana. Patung atau gambar
dalam sebuah rumah yang disembah sebagai Tuhan, rumah
inilah yang tidak akan dimasuki para malaikat. Jadi,
ketidakbolehan gambar atau patung itu jika dimaksudkan
untuk ibadah. Namun kalau hanya sekedar hiasan agar
rumah nampak lebih indah, agama tidak melarangnya,
bahkan akan mengundang para malaikat untuk mengunjungi
rumah tersebut. Sebab Tuhan itu indah dan menyukai
keindahan.
Untuk selanjutnya, mengenai gambar Rasulullah saw., hingga
saat ini kita belum menemukan teks yang secara tegas
melarang gambar Nabi. Motif dilarangnya gambar Nabi
adalah takut disembah oleh umat Muslim, selain itu tidak
ada. Maka, sepanjang tidak ada unsur penghinaan, kita boleh
menggambar Nabi. Katakanlah seorang pelukis, dengan
kecintaannya yang begitu mendalam kepada Nabi saw., bisa
saja ia mengambar Nabi dengan segala macam keindahan.
Makanya ada ungkapan dari seorang sufi, “Seandainya kita
menyaksikan keelokan Nabi Yusuf, maka kita akan tahu
penderitaan yang dialami oleh Nabi Ya’kub. ” Ada juga
ungkapan lain, “Seandainya Nabi Yusuf hidup pada masa
Nabi Muhammad, maka keindahan Yusuf akan redup karena
kalah oleh keindahan Nabi Muhammad.” Jadi, dengan
kecintaannya kepada Nabi, seseorang pelukis bisa melakukan
imajinasi membayangkan keindahan Nabi untuk kemudian
dituangkan dalam bentuk gambar indah, sebab kita lihat
banyak hadits yang menggambarkan diri Nabi, rambutnya,
wajahnya, tangannya, cara berjalannya, cara memandangnya
dan lain sebagainya.
Saya bisa memahami, siapapun, kalau orang yang dianggap
simbol agamanya dihina, pasti akan marah. Kita tidak
keberatan dengan gambar apapun, tetapi tentu saja gambar-
gambar yang elegan dan layak. Karena gambar adalah
bagian dari seni, dan kita bebas dalam berseni, bebas dalam
berkreasi, asalkan tidak menyinggung perasaan orang lain.
Maka adalah hal wajar jika umat Muslim marah ketika Nabi
mereka dihina. Marah dalam artian tidak merusak, sepanjang
masih dalam taraf kewajaran.
Dan kita, sebagai umat Muslim, tidak perlu terlalu risau
dengan gambar-gambar yang dikatakan menghina Nabi,
menghina Islam, biarlah Tuhan yang membelanya. Ka’bah
yang terbuat dari batu saja Tuhan mau membela, apalagi
Nabi Muhammad yang kita tahu adalah manusia. Lebih tinggi
mana derajat batu dengan manusia? Apalagi kita sendiri tidak
pernah marah ketika orang Barat menggambar Nabi Isa as.,
bukankah beliau adalah Nabi kita juga? Kita harus bersikap
adil, Tuhan saja berfirman, “La nufarriqu bayna ahad-in min
rusulihi” (Tuhan tidak membeda-bedakan para utusan-Nya).
Jika kita marah melihat gambar-gambar Nabi Muhammad,
kenapa kita tidak marah ketika melihat gambar Nabi Isa yang
dibuat oleh orang Barat, sedang kalau dilihat, Nabi Isa
patungnya telanjang bulat, sama sekali tidak pakai baju,
bahkan—maaf—celana dalam pun tidak pakai, bermata biru,
ada juga yang bermata coklat, disalib lagi, padahal al-Qur`an
jelas-jelas mengatakan bahwa Nabi Isa tidak pernah disalib.
Demi melihat gambar-gambar Nabi Muhammad, apakah
patung Nabi Isa yang dipampang di Gereja, di jalan-jalan,
atau bahkan film-film yang menafikan kesuciaannya sebagai
utusan Tuhan, bukankah ini juga salah satu bentuk
penghinaan terhadap Nabi Isa yang kita anggap sebagai Nabi
suci dalam Islam, bukankah ini juga menghina Islam?
Kalau kita melihat Rasulullah, beliau dalam menyikapi orang-
orang yang menghinanya, selalu mengedepankan akhlak yang
luhur. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa ada
seorang lelaki buta, yang istrinya senantiasa mencela dan
menjelek-jelekkan Nabi. Lelaki itu telah berusaha melarang
dan memperingatkan istrinya. Sampai pada suatu malam,
seperti biasanya istrinya itu mulai lagi mencela dan menjelek-
jelekkan Nabi. Karena mungkin sudah dianggap keterlaluan,
lelaki itu kemudian mengambil kampak dan langsung dia
tebaskan ke perut istrinya sehingga membuat istrinya mati.
Pada keesokan harinya, turun pemberitahuan dari Allah
kepada Rasulullah yang menjelaskan kejadian tersebut.
Lantas (hari itu juga) beliau mengumpulkan umat Muslim dan
bersabda, “Dengan menyebut asma Allah, aku minta orang
yang melakukannya, yang sesungguhnya tindakannya itu
adalah hakku; mohon ia berdiri.” Lelaki buta itu kemudian
berdiri dan berjalan dengan meraba-raba sampai ia turun di
hadapan Rasulullah saw.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
“hakku ” dalam hadits di atas, adalah hanya hak Rasulullah
yang bisa memberi hukuman pada si pencela itu, bukan
haknya setiap Muslim.
Bahkan pernah suatu saat Rasulullah datang ke suatu daerah
untuk berdakwah, tetapi orang-orang di daerah itu malah
menolaknya, bahkan melemparinya dengan batu. Lalu
bagaimana sikap Rasul? Ternyata beliau tidak marah, malah
berdoa, “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku,
sesungguhnya mereka tiada mengetahui.” Inilah sikap
Rasulullah saw., beliau senantiasa sabar dan penyantun.
Di sini, saya mengajak semuanya untuk melakukan
introspeksi diri. Tidakkah kita pernah menghina Nabi?
Bukankah kita mengatakan bahwa Nabi adalah ummîy, tidak
bisa membaca dan menulis? Bukankah ini juga termasuk
penghinaan? Bagaimana mungkin seorang Nabi semulia
Rasulullah saw. kita katakan tidak bisa membaca dan
menulis alias—maaf—buta huruf. Bukankah ini sama halnya
dengan menganggap bahwa Rasulullah bodoh?! Padahal
jelas-jelas Tuhan berfirman, “Wa ‘allamaka mâ lam takun
ta’lam” (Dan Dia telah mengajarkan kamu, wahai
Muhammad, apa yang tidak kamu ketahui). Kata “mâ” di sini
berarti “sesuatu”, Tuhan tidak menjelaskan “sesuatu” apa
yang diajarkan kepada Nabi Muhammad saw. Dengan
demikian, “sesuatu” dalam ayat tersebut bersifat umum,
sesuatu apapun. Kepada Nabi Adam as. Tuhan telah
mengajarkan seluruh nama, ini terlihat dalam firman-Nya,
“Wa’allama Âdam al-asmâ`a kullaha” (Dia mengajarkan
kepada Adam semua nama). Kalau kepada Nabi Adam saja
Tuhan mengajarkan seluruh nama, maka sudah sepantasnya
kalau Nabi Muhammad saw., sebagai Nabi terakhir, diajarkan
apa-apa yang pernah diajarkan kepada para nabi
sebelumnya. Kita tahu antara Nabi Adam dan Nabi
Muhammad terdapat nabi-nabi lain. Coba bayangkan, betapa
luasnya pengetahuan Nabi Muhammad kalau begitu, apalagi
kalau hanya untuk membaca dan menulis.
Banyak orang berdalih bahwa Nabi Muhammad dikatakan
tidak membaca dan menulis, untuk menunjukkan
kemukjizatan al-Qur`an, bahwa al-Qur`an benar-benar
berasal dari Tuhan. Artinya, dengan ketidakbisaan Nabi
membaca dan menulis, al-Qur`an benar-benar terlepas dari
campur tangan beliau. Sebab, kalau Nabi bisa membaca dan
menulis, ada kemungkinan besar beliau membaca atau
mempelajari ajaran-ajaran Yahudi atau Kristen, lalu beliau
menulis sebuah kitab atau “al-Qur`an” untuk kemudian
dikatakan berasal dari Tuhan. Sehingga ada kemungkinan al-
Qur`an terpengaruh oleh tradisi agama-agama sebelumnya.
Ini saya kira alasan yang dibuat-buat. Untuk meyakinkan
bahwa al-Qur`an adalah wahyu dan mukjizat dari Tuhan,
menurut saya tidak perlu mengatakan bahwa Rasulullah tidak
bisa membaca dan menulis alias buta huruf. Terdapat kaidah
klasik yang menyatakan “al-dharar-u la yuzâlu bi al-dharar-
i” (Bahaya tidak dihilangkan dengan bahaya yang lain). Kalau
kita menolak bahaya—sebagaimana anggapan sebagian
orientalis—bahwa al-Qur`an dipengaruhi oleh tradisi agama-
agama sebelumnya, Kristen dan Yahudi, misalnya, kita tidak
boleh melawannya dengan bahaya lain, yaitu mengatakan
bahwa Nabi Muhammad saw. tidak bisa membaca dan
menulis atau buta huruf. Coba lihat, betapa kita sudah
menghina Nabi kita sendiri. Ini lebih berbahaya dari
anggapan bahwa al-Qur`an dipengaruhi oleh tradisi Kristen
dan Yahudi. Makanya jangan marah kalau ada orang
menghina Nabi, sebab ternyata kita juga menghina dengan
mengatakan Nabi buta huruf alias bodoh. Adalah wajar kalau
kemudian Nabi—yang kita anggap sebagai orang yang buta
huruf atau bodoh—dihina orang. Sudah menjadi kaidah
umum, bahwa orang bodoh akan mendapat kehinaan.
Tampaknya, kita memang perlu menafsir ulang kata “ummîy”.
Kata “al-umm” sendiri bisa berarti “al-jam’-u” atau
kumpulan. Dengan makna seperti ini, maka, Nabi yang ummîy
berarti Nabi yang jâmi’ atau sempurna, karena menguasai
ilmu-ilmu dari Tuhan (Wa’allama Âdam al-asmâ`a kullaha)
sehingga beliau kemudian menjadi mashdar al-dîn (sumber
agama). Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seorang
sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, siapakah
yang harus saya diutamakan dalam pergaulan? Rasulullah
menjawab, “Ummuka.” “Kemudian siapa?” Lalu dijawab,
“Ummuka (ibumu).” “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab,
“Ummuka.” Saya kira tidak mungkin Rasulullah menjawab
“ummuka” sampai tiga kali dengan makna yang sama. Sekali
saja sudah cukup. Kata “ummuka” yang diucapkan sampai
tiga kali tentunya mempunyai makna yang berbeda-beda.
Yang dimaksud dengan “ummuka” yang pertama adalah Nabi
sendiri, sebab beliau adalah sumber agama. Kita mengetahui
Islam, selain dari al-Qur`an, juga dari hadits-hadits Nabi.
Kemudian “Ummuka” yang kedua maksudnya adalah para
ulama, sebab mereka adalah pewaris para Nabi. Nah, baru
“ummuka” yang ketiga maksudnya adalah ibu, karena ibu
adalah orang yang telah melahirkan kita.
Setiap kali memperingati Maulid Nabi, sudah seharusnya kita
memiliki kesadaran bahwa Nabi telah hadir kembali ke dunia
dengan membawa cahaya-cahaya baru, dan kita harus
mampu menangkap cahaya-cahaya itu untuk kemudian kita
jadikan sebagai topangan semangat guna melakukan
perubahan-perubahan, pembaharuan-pembaharuan, untuk
berkarya dan berkarya, membuka cakrawala-cakrawala baru,
yang walaupun kita tidak sempat menikmatinya karena
keterbatasan umur kita, tetapi siapa tahu bisa berguna untuk
generasi-generasi mendatang.
Sebagai penutup tulisan yang “ngelantur” ini, saya mengajak
kepada semua, dengan semangat Maulid Nabi, mari kita
songsong masa depan kita yang lebih cerah, masa yang
bukan namanya saja “depan” padahal hakikatnya adalah
“belakang”, tetapi merupakan masa yang betul-betul “depan”
yang diwarnai dengan perkembangan, kemajuan,
permbaharuan, dan yang lebih penting lagi adalah
kedamaian.
* Penulis adalah alumnus Universitas Al-Azhar. Saat ini aktif
sebagai peneliti di Yayasan Rumah KitaB, Bekasi
http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,41729-lang,id-c,kolom-t,Memaknai+Maulid+Nabi+SAW-.phpx

info salamtime

SIAPAKAH AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH ?

Benarkah AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH itu asy'ariyyah?  Saya akan jawab persoalan yang terus menipu orang online maupun orang offline...