Eramuslim

Jumat, 27 Oktober 2017

Doa ibadah dan doa bukan ibadah,bolehnya dan haramnya


ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻟﻐﺔ ﻫﻮ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ، ﻭ ﺃﻗﺴﺎﻡ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ :
ﻗﺴﻤﺎﻥ :
Do'a itu ada dua bagian:
1.do'a kepada Allah,ia ini ada dua macam:

ﺍﻟﻘﺴﻢ ﺍﻷﻭﻝ : ﺩﻋﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ،
ﻭﻫﻮ ﻧﻮﻋﺎﻥ :
ﺍﻷﻭﻝ : ﺩﻋﺎﺀ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﻭﻃﻠﺐ :
ﻭﻫﻮ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﻭﺻﻴﺎﻡ ﻭﺣﺞ ﻭﺯﻛﺎﺓ ، ﻓﺄﻧﺖ ﺗﺪﻋﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻬﺬﻩ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﺑﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﺤﺎﻝ ﺃﻥ ﻳﺘﺠﺎﻭﺯ ﻋﻨﻚ ، ﻭﺃﻥ ﻳﺠﻴﺮﻙ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ، ﻭﺃﻥ ﻳﺪﺧﻠﻚ ﺍﻟﺠﻨﺔ ، ﻓﺤﻘﻴﻘﺔ ﺍﻷﻣﺮ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺘﻌﺒﺪ ﻳﺮﺟﻮ ﺑﻠﺴﺎﻥ ﺣﺎﻟﻪ ﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻳﺨﺎﻑ ﻋﻘﺎﺑﻪ ،
A.Do'a peribadatan dan tuntutannya,seperti keseluruhan ibadah,contohnya shalat/puasa/haji/zakat,kita berharap balasan kebaikan dan selamat dari neraka dari jenis doa ibadah ini.
ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﺩﻋﺎﺀ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﻭﻣﺴﺄﻟﺔ :
ﻭﻫﺬﺍ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻤﻘﺎﻝ ، ﻓﻴﺴﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻥ ﻳﺠﻠﺐ ﻟﻪ ﺍﻟﻨﻔﻊ ، ﻭﻳﺪﻓﻊ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺸﺮ ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ ، ﻣﺜﻞ : ﺍﻟﻠﻬﻢ ! ﺍﻏﻔﺮ ﻟﻲ ﻳﺎ ﻏﻔﻮﺭ ﻭﻫﻜﺬﺍ .
B.Do'a ibadah dan permohanan.
Yang ini dilakukan dengan ucapan lisan.contoh "Ya Allah! Ampuni hamba".
ﺍﻟﻘﺴﻢ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﺩﻋﺎﺀ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰﻭﺟﻞ ‏( ﺍﻟﻤﺨﻠﻮﻕ ‏) :

2.Berdoa kepada selain Allah.
Ia ada dua macam:
ﻭﻫﻮ ﻗﺴﻤﺎﻥ :
ﺍﻟﻘﺴﻢ ﺍﻷﻭﻝ : ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺩﻋﺎﺀ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻓﻬﺬﺍ ﺷﺮﻙ ﻣﻄﻠﻘﺎ ﻻ ﺗﻔﺼﻴﻞ ﻓﻴﻪ .
A.Do'a yang merupakan ibadah,ini jelas syirik tanpa perlu rincian. 
ﻭﺍﻟﻘﺴﻢ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺩﻋﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ :
ﻭﻫﺬﺍ ﺃﻧﻮﺍﻉ :
-1 ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺩﻋﺎﺀً ﻟﻤﺨﻠﻮﻕ ﻓﻴﻤﺎ ﻻ ﻳﻘﺪﺭ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ، ﻛﺈﻧﺰﺍﻝ ﺍﻟﻤﻄﺮ ﺃﻭ ﺷﻔﺎﺀ ﺍﻟﻤﺮﻳﺾ ، ﺃﻭ ﺍﻹﺧﺒﺎﺭ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻐﻴﺒﺎﺕ ﻓﻬﺬﺍ ﺷﺮﻙ ﺃﻛﺒﺮ .
-2 ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺩﻋﺎﺀ ﻟﻐﺎﺋﺐ ﻏﻴﺮ ﺣﺎﺿﺮ ﻓﻬﺬﺍ ﺃﻳﻀﺎ ﺷﺮﻙ ﺃﻛﺒﺮ .
-3 ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺩﻋﺎﺀ ﻟﻸﻣﻮﺍﺕ ﻭﺍﻟﻤﻘﺒﻮﺭﻳﻦ ﻓﻬﺬﺍ ﺃﻳﻀﺎ ﺷﺮﻙ ﺃﻛﺒﺮ 
-4 ﺃﻥ ﻳﺪﻋﻮ ﺣﻴﺎ ﺣﺎﺿﺮﺍ ﻗﺎﺩﺭﺍ ، ﻓﻬﺬﺍ ﺟﺎﺋﺰ ، ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ‏( ﻭﺇﺫﺍ ﺩﻋﺎﻛﻢ ﻓﺄﺟﻴﺒﻮﻩ ‏) ، ﻭﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ ‏( ﻓﺎﺳﺘﻐﺎﺛﻪ ﺍﻟﺬﻱ ﻣﻦ ﺷﻴﻌﺘﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺬﻱ ﻣﻦ ﻋﺪﻭﻩ ‏) .
B.Doa permintaan ada banyak macam:
-doa kepada makhluk yang ia tidak punya kuasa memenuhi permintaan kecuali hanya Allah.seperti menurunkan hujan dan menyembuhkan penyakit. 
-berdoa/memohon kepada orang yang tidak ada.ini syirik.
-berdoa kepada ahli kubur.lagi ini syirik akbar. Qultu : 
"Terlarang meyaqini ruh mayit mampu mengabulkan permintaan orang hidup walapun ia hanya diyaqini sebagai kurir do'a dengan bahasa halusnya wasilah penyampai doa kepada Allah dalam arti bertatap muka antara ruh dan tuhan.karena keyaqinan ini sama sekali tidak berdasarkan dalil agama.keyakinan yang tidak berdasar dalil syariah adalah tertolak. Atau ia hanya kalam/filosofi ketuhanan bersumber angan2. Keyakinan yang aneh seperti itu tertolak dengan nash-nash Al-Qur'an yang sangat terang. Cek surat yunus 18. Orang-orang itu kenal Allah tapi ia dinyatakan sebagai musyrik karena punya i'tiqad kalau ruh itu sebagai pengantar permohonan dan pemberi syafaat maka ruh itu dipuja-puja dipertuhankan.adat jahiliyah inilah yang terus di perangi para rasul. Itulah syirik atau menduakan kekuasaan tuhan dan ketinggianya secara uluhiyyah,syirik bukan tidak bertuhan tapi berlebihan meninggikan makhluq dihadapan Tuhannya".
-berdoa/memohon kepada orang yang ada dan ahli atau punya kemampuan.ini dibolehkan,seperti nabi sebut "dan bila ia meminta kepada kalian maka berikanlah".
Atau sebagaimana umumnya saling meminta bantuan antar manusia,seperti minta bantuan perbaikan barang yang rusak kepada ahlinya.
 ﻭﻣﺜﺎﻝ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻓﻲ ﺣﻘﻮﻕ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺃﺧﻴﻪ ‏( ﻓﺈﺫﺍ ﺩﻋﺎﻙ ﻓﺄﺟﺒﻪ ‏) ﻓﺎﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺑﺎﻟﺪﻋﺎﺀ ﻫﻨﺎ ﺍﻟﻤﻨﺎﺩﺍﺓ ﻭﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻰ ﻭﻟﻴﻤﺔ.
Contohnya lagi,Hadits dari abi hurairah ra. : "apabila ia mengundangmu/memintamu maka jawablah/penuhilah" 
Maksud do'a disini adalah undangan dan ajakan kepada pesta,dsb.

Murkanya asy-syafii pada ilmu kalam

وقد ذكر الذهبي - رحمه الله - في ترجمة الإمام الشافعي - رحمه الله - جملة نصوص تدل بوضوح على موقفه من علم الكلام ؛ فمن ذلك :- 
Adz-dzahabi menuturkan terjemahan imam syafii pada beberapa catatan yang menunjukkan nyatanya beliau no comments/menahan diri dari ilmu kalam,diantaranya :
- لو علم الناس مافي الكلام من الأهواء لفروا منه كما يفرون من الأسد !
Jika orang tahu isi kalam itu bagian dari hawa nafsu niscaya ia lari darinya seperti mereka lari dari kejaran singa !
- والله لأن يفتي العالم فيقال أخطأ العالم خير له من أن يتكلم فيقال : زنديق ! وما شيء أبغض إلي من الكلام وأهله !!
Demi Allah andai seorang yang alim di mintai fatwa maka akan dikatakan "kelirunya orang alim itu lebih baik padanya daripada ia membuat kalam" kemudian di katakan : zindiq!  Tiada sesuatupun yang lebih aku benci melebihi kalam dan ahlinya. 

-وقال : حكمي في أهل الكلام أن يضربوا بالجريد ويطاف بهم في العشائر ؛ ينادى عليهم هذا جزاء من ترك الكتاب والسنة وأقبل على الكلام ! 
Dan berkata asy-Syafii : menurutku hukuman untuk ahli kalam yaitu hendaknya mereka di pukul dengan kertas dan di arak keliling ditengah penduduk para suku... di beritahukan atas mereka,inilah balasan bagi orang yang meninggalkan dalil kitabullah dan sunnah rasulullah dan ia menerima kalam.

- وقال المزني : كان الشافعي ينهى عن علم الكلام . وذكر أنه كان يطالع في علم الكلام قبل أن يقدم الشافعي فلما قدم سأله عن مسألة في علم الكلام فغلظ له القول حتى ترك الكلام وأقبل على الفقه !
-Berkata muzani: Asy-Syafii mencegah ilmu kalam. Ia menyatakan bahwa ia mempelajari ilmu kalam sebelum pertemuannya dengan asy-Syafii, ketika kedatangan asy-Syafii maka ia bertanya tentang sual ilmu kalam, maka asy-Syafii memberatkan perkataannya kepadanya sampai ia menghentikan kalam dan menerima ilmu fiqh. 
- وقال الشافعي : لو أن رجلا أوصى بكتبه من العلم لآخر وكان فيها كتب الكلام لم تدخل في الوصية لأنه ليس من العلم !
Asy-Syafii : jika seseorang mewasiatkan ilmu dengan kitab-kitabnya kepada orang lain yang didalamnya terdapat kitab kalam maka itu bukan wasiat karena sesungguhnya kalam itu bukan ilmu.

وقال السيوطي في كتابه صون المنطق أن الإمام الشافعي رحمه الله تعالى قال :
" ما جهل الناس ولا اختلفوا إلا لتركهم لسان العرب وميلهم إلى لسان أرسطاليس "
As-suyuti: imam syafi'i berkata: "orang-orang tidak bodoh dan tidak berselisih kecuali karena mereka meninggalkan lisan arab dan condong ke lisan aristoteles".

Jumat, 20 Oktober 2017

cinta buta dan berlebihan didalam agama

🚫Buta itu jelas menyesatkan
bukan saja buta mata ,buta hati pun menyesatkan
cinta buta pada pria/wanita apapun diserahkan tak peduli kemaluan sehingga mengeluarkan darah daging yang bernyawa tanpa status. 

yang sangat tidak disadari ketika seseorang jatuh Cinta pada Tuhan yang menjadikan ia termenung atau teriak-teriak Cinta buta, cara2 yang ditempuh untuk pedekatE terkadang malah dimurkai Tuhan, tuhan marah dan berkata : cara Lu norak, Lu Gue end. 

kalau begitu setiap kita harus bertanya kepada ulama agar tidak salah tingkah dan di end Tuhan. 
bergaul atau berguru seseorang pada seorang alim,diajarkan dia untuk beradab ikram dam ta'zhim kepada muallim, lagi-lagi ta'zhimnya melampaui batas cara pandang, ia buta lagi. 
sampai2 tak berani menilai ucapan sang muallim, masuk kedalam pikiran mitosis kuwalat padahal cuma memberanikan diri untuk menilai ucapan sang mu'allim. 

🐋bro and sist, mungkin diantara kita banyak yang lupa atau belum nyimpan akibat tumpukan material yang harus di olah oleh otak, bukankah tidak ada kepastian melainkan ilmunya Allah!? 
manusia di anjurkan untuk  berijtihad tanpa berlagak justifikasi diri dan melakukan judge salah pada pola pikir orang lain. 
di dunia akademis islam itu di kenal multi interpretasi furu'uddin, menanggapinya bukan dengan cara membenarkan pandangan dan menyalahkan pandangan yang lain, tetapi ulama sepakat menciptakan rumusan disiplin ilmu, setidaknya mengambil yang rajih, qath'i, tsiqqah, shahih, ijma' dengan tanpa mengucilkan pendapat lain di sertai sikap tafarruq atau membuat stigma buruk. 
paling mentok apabila sudah tidak sefaham, sudahilah dengan دع ما يريبك الى ما لا يريبك ,tetapi ingat! bahwa keraguan seseorang pada ra'y seseorang adalah pada karakter ikhtilaf furu'iyyah fid-diin karenanya bersikap tafriqiyyah malah berakibat melemahkan.

Kamis, 19 Oktober 2017

Ahli bait rasulullah yang sebenarnya sesuai ayat al-Qur'an dan implementasi hadits



إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا ): وهذا نص في دخول أزواج النبي صلى الله عليه وسلم في أهل البيت هاهنا
Istri2 nabi termasuk ahlil bait karena mereka yang menjadi asbabunnuzul ayat ini.
; لأنهن سبب نزول هذه الآية ، وسبب النزول داخل فيه قولا واحدا ، إما وحده على قول أو مع غيره على الصحيح
وروى ابن جرير : عن عكرمة أنه كان ينادي في السوق : ( إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا ) ، نزلت في نساء النبي صلى الله عليه وسلم خاصة ،
Diceritakan dari ibnu jarir : dari ikrimah,nabi menyeru dipasar "sesungguhnya Allah hendak menghilangkan kotoran darimu wahai ahlal bait dan membersihkanmu sebersih2nya"
Ayat ini diturunkan spesial kepada istri2 nabi.

وهكذا روى ابن أبي حاتم قال :
حدثنا علي بن حرب الموصلي ، حدثنا زيد بن الحباب ، حدثنا حسين بن واقد ، عن يزيد النحوي ، عن عكرمة عن ابن عباس في قوله : ( إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ) قال : نزلت في نساء النبي صلى الله عليه وسلم خاصة.
Ayat lengkapnya pada surat Al-Ahzab :
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا(32) وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا (33) وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا (34
Pandangan umum tentang AHLI BAIT rasulullah termasuk Ali,fatimah,hasan,husain.
وقال عكرمة : من شاء باهلته أنها نزلت في أزواج النبي صلى الله عليه وسلم
فإن كان المراد أنهن كن سبب النزول دون غيرهن فصحيح ، وإن أريد أنهن المراد فقط دون غيرهن ، ففي  نظر; فإنه قد وردت أحاديث تدل على أن المراد أعم من ذلك :
الحديث الأول : قال الإمام أحمد : حدثنا عفان ، حدثنا حماد ، أخبرنا علي بن زيد ، عن أنس بن مالك ، رضي الله عنه ، قال : إن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يمر بباب فاطمة ستة أشهر إذا خرج إلى صلاة الفجر يقول : " الصلاة يا أهل البيت ، ( إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا )
ورواه الترمذي ، عن عبد بن حميد ، عن عفان به وقال : حسن غريب
Rasulullah melalui pintu rumah fathimah selama enam bulan ketika beliau keluar untuk shalat fajar,sambil berkata "mari shalat wahai ahli bait"
حديث آخر : قال ابن جرير : حدثنا ابن وكيع ، حدثنا أبو نعيم ، حدثنا يونس بن أبي إسحاق ، أخبرني أبو داود ، عن أبي الحمراء قال : رابطت المدينة سبعة أشهر على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ، [ قال : رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم ] إذا طلع الفجر ، جاء إلى باب علي وفاطمة فقال : " الصلاة الصلاة ( إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا ).
SALAHLAH PIHAK YANG SEMPIT MENYANGKA BAHWA AHLI BAIT NABI HANYA KEPADA KELUARGA ALI DAN FATHIMAH.
LEBIH SALAH LAGI PIHAK YANG FANATIK MENYELEWENGKAN AHLI BAIT ITU PIHAK CUCU-CUCU ALI-FATHIMAH. 

Da'i Muhammadiyah di larang taushiyyah,masjidnya dibakar oleh aswaja palsu


Mujahid 212 - Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Aceh Munawar Syah mengecam pembakaran balai pengajian dan tiang awal pembangunan masjid milik ormas Islam tersebut di Aceh.

"Kami atas nama Pemuda Muhammadiyah se-Aceh mengecam keras peristiwa pembakaran areal tapak masjid dan balai di lokasi pembangunan Masjid Taqwa Muhammadiyah Samalanga," kata Munawar lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu (18/10).

Dia mengatakan Muhammadiyah meminta pihak kepolisian mengusut dan menindak para pelanggar hukum tersebut. "Hukum harus ditegakkan terkait dengan tindakan intimidasi tersebut," tegas dia.
Munawar juga meminta Pemerintah Kabupaten Bireun dan Majelis Permusyawaratan Ulama untuk turut memperkuat tali persaudaraan sesama umat Islam dan memfasilitasi penyelesaian persoalan secara bermartabat sesuai dengan kaidah hukum dan ukhuwah Islamiyah.

Berdasarkan informasi dari Pengurus Cabang Muhammadiyah Samalanga, kata dia, pada Selasa (17/10) pagi warga dan pengurus Muhammadiyah bergotong royong membangun tiang-tiang Masjid Taqwa Samalanga yang berlokasi di Gampong Sangso. Dalam proses pengecoran itu dihadiri Kapolsek, Koramil dan Camat Samalanga.

Usai pengecoran tiang-tiang masjid yaitu setelah waktu shalat Isya terjadi pembakaran areal tapak masjid dan balai pengajian yang berada di lokasi pembangunan Masjid Taqwa Muhammadiyah Samalanga. Menurut dia, para pelaku pembakaran adalah orang-orang intoleran dan mengalami krisis akhlak. Peristiwa tersebut sangat memalukan dan merusak ukhuwah sesama umat Islam.


"Sungguh tega mereka merusak dan membakar tiang-tiang masjid rumah Allah dan balai pengajian saudara Muslimnya," kata dia.

Sementara itu, dia mengimbau Angkatan Muda Muhammadiyah dan anggota warga Muhammadiyah Bireun untuk tetap bersabar, tenang dan selalu mengedepankan penyelesaian secara beradab dan bermartabat.

"Kita sangat tidak sepakat dengan perilaku intoleran, kita juga tidak bisa membiarkan kesewenang-wenangan ini, tetapi kita tetap dapat santun menyelesaikan dengan mengedepankan hukum dan ukhuwah," kata dia.

Sumber : Antara

Senin, 16 Oktober 2017

Khittah NU banyak yang tidak diketahui warganya.

NU yang saya tahu:
Ahlus-sunnah wal-jama'ah (sunni).
Qultu: NU menegaskan keSUNNIanya berarti bukan syi'ah dan bukan khawarij.
Syi'ah,khawarij dan sunni adalah tiga kelompok yang lahir bersamaan dan tertua tanpa nama organisasi pada masa kekhalifahan empat sahabat yang merupakan firqah-firqah pro-kontra dan loyalis kepada khalifah yang disukai. Sejarah ringkasnya telah saya tuliskan.
Disebut SUNNI karena mempunyai sikap al-wala pada setiap khalifah  baik kebijakannya disukai atau tidak disukai, dan al-barra' berlepas diri dari fitnah didalam tubuh ummat islam pada masa empat sahabat,dalam arti sunni tidak bersikap berlebihan didalam kefanatikanya seperti halnya syi'ah yang berambisi mengangkat ali bin abi thalib dan keturunannya dan tidak menerima keimaman abu bakar umar utsman serta tidak terima kepemimpinan bani umayyah dan bani abbasiyah.
Tidak bersikap Khawarij yang menjadi anti ali,anti muawiyah dan benci tahkim kedua pihak.

Kalau begitu,pihak manapun yang akhir ini di tuduh sebagai bukan golongan sunni maka dialah sunni dengan sikap adil terhadap sahabat dan kepemimpinan islam yang diterima walau terdapat faham keagamaan yang berbeda.
NU tidak mengeluarkan dia dari golongan sunni dan bisa diterima didalam jam'iyyah-nya kalau mengingat khittah NU itu menghargai khilafiyah furu'uddiniyyah didalam organisasinya. 

NU secara khittah adalah jam'iyyah diniyyah yang membesarkan pendidikan berbasis agama dengan melakukan pendekatan salah satu madzhab dari empat madzhab fiqh yang diakui tanpa mensyaratkan madzhab tertentu,karenanya jika ada anggota yang bermadzhab selain syafi'i maka mafhumnya dapat diterima didalam NU, yang tidak di anjurkan didalam NU itu talfiq. 
Namun dewasa ini banyak warga NU yang talfiq dan malah talfiq lintas agama yakni menjadi berafiliasi liberal. Ini sangat parah dan meresahkan NU kultural yang menjunjung  khuttah-nya. 

Dalam bidang aqidah,NU menganut interpretasi abul hasan al-asy'ari dan abu manshur al-maturidi.
Namun begitu juga dewasa ini,warga NU dari kalangan akademis dan strukturalnya dan sebagian kultural yang ketularan kurang memperdulikan khittah keagamaan ini karena sikap nasionalismenya dan pluralistik yang berlebihan sampai diniyyahnya dirusak sendiri.
Malahan tuduhan-tuduhan yang bersifat debatebl itu di alamatkan kepada pihak yang lebih dekat dengan asy-'ariyyah dan maturidiyyah.

Dalam bidang tasawuf,NU menganut pemikiran al-ghazali dan al-junaidi.
Lagi-lagi,pihak yang juga menjadikan pemikiran imam ghazali sebaga referensi sufi itu mendapat tuduhan bukan NU dan bukan sunni karena subuhnya tidak qunut dan tidak baca barzanji. 

Politik dan kenegaraan NU, NU resmi keluar dari masyumi dan ppp,dan kembali ke khittah 1926 yaitu menjadi jam'iyyah keagamaan. Tetapi NU tidak melarang warganya berpolitik dan bergabung di partai manapun.

Qultu: kalau warga NU berada di PKS atau di PBB penyambung masyumi di uring-uring dan di cap jadi radikal. 

Adapun tarekat itu di payungi NU tetapi NU bukan organisasi tarekat apapun karena itu tidak menjadi soal apabila warganya bergabung didalam jama'ah tarekat atau tidak.

Qultu:
Sayangnya akhir ini di buat seakan warga NU itu bertarekat,dekat dengan ritual kaum kebatinan yang didominasi tokoh2 yang tidak dikenal didalam khittah NU dan mereka diduga berhaluan kepada tradisi syi'ah karena mayoritas tarekat yang tersebar di nusantara ini berasal dari yaman.
Pada akhirnya,dari tradisi atau kultur itu muncul tulisan pendekatan titik temu syi'ah-NU sebagai upaya penyatuan. 
Lalu kenapa dengan sesama sunni malah di upayakan renggang!!?
Padahal hanya khilaf masalah furu'.

Ahlus-sunnah wal-jama'ah bagian kedua


الحديث المشهور الوارد في افتراق الأمة إلى ثلاث وسبعين فرقة هو حديث مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ : (أَلَا إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا فَقَالَ : أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً ، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ، ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ) رواه أبو داود (4597) وغيره وصححه الحاكم (1/128) بل قال : إنه حديث كبير في الأصول ، وصححه ابن تيمية في "مجموع الفتاوى" (3/345) والشاطبي في "الاعتصام" (1/430) والعراقي في "تخريج الإحياء" (3/199) .

والحديث رواه الترمذي (2641) بلفظ : (وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً ، قَالُوا : وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي) وحسَّنه ابن العربي في " أحكام القرآن " (3 /432) ، والعراقي في "تخريج الإحياء" (3/284) والألباني في "صحيح الترمذي" .

وقوله صلى الله عليه وسلم : (وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً) فيه إشارة إلى أن الخلاف الموجب للافتراق هو الخلاف في الأصول والعقائد ، لا في الفروع والأحكام الفقهية .

وقوله صلى الله عليه وسلم عن الفرقة الناجية : (وَهِيَ الْجَمَاعَةُ) وفي رواية : (مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي) يؤكد ذلك أيضاً ، فمن خالف في الفروع لم يكن بذلك خارجاً عن الجماعة ، ولا عن هدي النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه ، فقد اختلف الصحابة في فروع شتى ، ولم يوجب ذلك افتراقهم وتفرقهم ، ولا قال قائل إنهم بذلك يدخلون في حديث الفرق ، بل هم جماعة واحدة ، على نهج واحد ، وأصول اعتقادية واحدة ، وهكذا الأئمة الأربعة أصحاب المذاهب المتبوعة ومن سواهم من أهل العلم والفضل ، هم الجماعة ، والفرقة الناجية ، وأهل السنة
Sabda rasulullah,ummatnya akan terpecah menjadi 73 firqah,hanya satu yang masuk surga selebihnya dineraka.
Sabda rasul itu bukan haqiqat tetapi merupakan kalam majaz li ilqaidz-dzamm atau bencinya beliau kepada perpecahan. Haqiqat dia di neraka atau disurga itu otoritas Allah. Masa ya mereka di klaim masuk neraka padahal mereka itu walau terpecah tetapi banyak juga ulamanya dan ahli ibadahnya.
Mereka itu walau terpecah tetapi ushuluddiniyyah dan i'tiqadiyyahnya masih sama dan mereka tidak inkar sunnah maka mereka tetap di nyatakan sebagai ahl sunnah wal-jama'ah (sunni)/firqah najiyyah.
Adanya perbedaan furu'iyyah itu tidak mengeluarkan satu dari lainya dari golongan yang tersbeut sebagai sunni.
Jika perselisihan furu itu dapat mengeluarkan satu pihak dari pihak lainnya maka para sahabat sendiri itu saling berikhtilaf maka apakah diantara sahabat  itu ada yang dinyatakan telah masuk kedalam kelompok yang sebut rasulullah sebagai ahli neraka,ummul mu'minin aisyah atau ali bin abi thalib yang dineraka ? Karena mereka terlibat dalam pertempuran sehingga memakan korban jiwa yang tidak sedikit.
Kalau begitu,tidak benar kalau ibnu taimiyyah, imam ahmad,salafi alumni saudi itu juga di sebut sebagai golongan celaka dan bukan bagian sunni. Ini kan klaim sepihak.
Jelas juga yang di maksud هم جماعة واحدة (mereka adalah satu jama'ah) adalah para sahabat dan keluarga nabi,empat madzhab fiqh dst. Walau saling berikhtilaf tetapi tidak keluar dari pokok dan aqidah agama yang benar lagi murni.
ITU TADI KESUNNIYAH DALAM AQIDAH BUKAN JAMA'ATUL MUSLIMIN karena jama'atul muslimin telah berganti menjadi iftiraqul muslimin.

Saya bertanya,
Pantaskah mereka semua yang saling berpecah itu disebut sebagai ahlul-jama'ah ?
Padahal dalam hadits nabi,akhir zaman ini imamah hilang dan jama'ah pun tiada.kenyataanya memang begitu.
Apakah hadits nabi itu perlu di balik menjadi begini  ستفترق هذه الأمة إلى ثلاث وسبعين كلهم فى الجنة إلا واحدة. ؟
"Ummatku akan terpecah menjadi 73 yang semuanya di surga kecuali satu yang di neraka" ?

Sabda rasul itupun sangat jelas dengan penyebutan "akan terpecah/ ستفترق" kok masih ngaku2 sebagai ahlul jama'ah,guyup rukun ngopi bareng saja tak sudi/saling pecicil/bawa pentung/rebutan masjid.
AHLUL JAMA'AH ENTUT !!!

Sabtu, 14 Oktober 2017

Khittah Nahdlatul ulama (NU)



  1. 1.    Mukaddimah
Nahdlatul Ulama didirikan atas kesadaran dan keinsyafan bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya terhadapnya. Persatuan, ikatan bathin, saling bantu-membantu dan kesatuan merupakan prasyarat dari tumbuhnya tali persaudaraan (al-ukhuwah) dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasysrakatan yang baik dan harmonis.
Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyyah diniyah adalah wadah bagi para ulama dan pengikut-pengikutnya yang didirikan pada 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M. dengan tujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menganut salah satu maadzhab empat, masing-masing Abu Hanifah An-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia.
Nahdlatul Ulama dengan demikian merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlak mulia, tentram, adil dan sejahtera.
Nahdlatul Ulama mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiyar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama. Inilah yang kemudian disebut Khittah Nahdlatul Ulama.

  1. 2.    Pengertian
    1. Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
    2. Landasan tersebut adalah faham Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
    3. Khittah Nahdlatul Ulama juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa.

  1. 3.    Dasar-Dasar Faham Keagamaan NU
    1. Nahdlatul Ulama mendasarkan faham keagamaan kepada sumber ajaran agama Islam: Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas.
    2. Dalam memahami, manafsirkan Islam dari sumber-sumbernya diatas, Nahdlatul Ulama mengikuti faham Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menggunakan jalan pendekatan (al-madzhab):
-Di bidang aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti Ahlussunnah Wal Jama’ah yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Imam Manshur al-Maturidzi.
-Di bidang fiqih, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (al-madzhab) salah satu dari madzhab Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal.
-Di bidang tasawuf, mengikuti antara lain Imam al-Junaidi al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali serta imam-imam yang lain.
  1. Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Faham keagamaan yang dianut oleh Nahdlatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang sudah ada dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia seperti suku mapun bangsa dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut.

  1. 4.    Sikap Kemasyarakatan NU
Dasar-dasar pendirian keagamaan Nahdlatul Ulama tersebut menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang bercirikan pada:
  1. Sikap Tawassuth dan I’tidal
Sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus ditengah-tengah kehidupan bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim).
  1. Sikap Tasamuh
Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
  1. Sikap Tawazun
Sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyertakan khidmah kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
  1. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama; serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.

  1. 5.    Perilaku Keagamaan dan Sikap Kemasyarakatan
Dasar-dasar keagamaan (angka 3) dan kemasyarakatan (angka 4) membentuk perilaku warga Nahdlatul Ulama, baik dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi yang:
  1. Menjunjung tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran Islam.
  2. Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
  3. Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dan berkhidmah serta berjuang.
  4. Menjunjung tinggi persaudaraan (al-ukhuwah), persatuan (al-ittihad) serta kasih mengasihi.
  5. Meluhurkan kemuliaan moral (al-akhlaq al-karimah) dan menjunjung tinggi kejujuran (ash-shidqu) dalam berfikir, bersikap dan bertindak.
  6. Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada bangsa dan Negara.
  7. Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
  8. Menjunjung tinggi ilmu-ilmu pengetahuan serta ahli-ahlinya.
  9. Selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa kemaslahatan bagi manusia.
  10. Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong memacu dan mempercepat perkembangan masyarakatnya.
  11. Menjunjung tinggi kebersamaan ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

  1. 6.    Beberapa Ikhtiyar
Sejak berdirinya Nahdlatul Ulama memilih beberapa bidang utama kegiatan sebagai ikhtiyar mewujudkan cita-cita dan tujuan berdirinya, baik tujuan yang bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan. Ikhtiyar-ikhtiyar tersebut adalah:
  1. Peningkatan silaturahim/komunikasi/relasi-relasi antar ulama (Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: mengadakan perhoeboengan diantara oelama-oelama jang bermadzhab).
  2. Peningkatan kegiatan dibidang keilmuan/pengkajian/pendidikan. (Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: Memeriksa kitab-kitab sebeloemnya dipakai oentoek mengadjar, soepadja diketahoei apakah itoe daripada kitab-kitab assoennah wal djama’ah ataoe kirab-kitab ahli bid’ah; memperbanjak madrasah-madrasah jang berdasar agama Islam).
  3. Peningkatan penyiaran Islam, membangun sarana-sarana peribadatan dan pelayanan social. (Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: Menjiarkan agama Islam dengan djalan apa sadja jang halal; memperhatikan hal-hal jang berhoeboengan dengan masdjid-masdjid, soeraoe-soeraoe dan pondok-pondok, begitoe djoega dengan hal ikhwalnya anak-anak jatim dan orang fakir miskin).
  4. Peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan yang terarah. (Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: Mendirikan badan-badan oentoek memajoekan oeroesan pertanian, perniagaan dan peroesahaan jang tiada dilarang oleh sjara’ agama Islam).
Kegiatan-kegiatan yang dipilih oleh Nahdlatul Ulama pada awal berdiri dan khidmahnya menunjukkan pandangan dasar yang peka terhadap pentingnya terus-menerus membangun hubungan dan komunikasi antar para ulama sebagai pemimpin masyarakat; serta adanya kepribadian atas nasib manusia yang terjerat oleh keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan.
Sejak semula Nahdlatul Ulama melihat masalah ini sebagai bidang garapan yang harus dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan nyata.
Pilihan akan ikhtiyar yang dilakukan mendasari kegiatan Nahdlatul Ulama dari masa ke masa dengan tujuan untuk melakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan masyarakat, terutama dengan mendorong swadaya masyarakat sendiri.
Nahdlatul Ulama sejak semula meyakini bahwa persatuan dan kesatuan para ulama dan pengikutnya, masalah pendidikan, dakwah Islamiyah, kegiatan social serta perekonomian adalah masalah yang tidak bisa dipisahkan untuk mengubah masyarakat yang terbelakang, bodoh dan miskin menjadi masyarakat yang maju, sejahtera dan berakhlak mulia.
Pilihan kegiatan Nahdlatul Ulama tersebut sekaligus menumbuhkan sikap partisipatif kepada setiap usaha yang bertujuan membawa masyarakat kepada kehidupan yang maslahat. Sehingga setiap kegiatan Nahdlatul Ulama untuk kemaslahatan manusia dipandang sebagai perwujudan amal ibadah yang didasarkan pada faham keagamaan yang dianutnya.

  1. 7.    Fungsi Organisasi dan Kepemimpinan Ulama
Dalam rangka kemaslahatan ikhtiyarnya, Nahdlatul Ulama membentuk organisasi yang mempunyai struktur tertentu dengan fungsi sebagai alat untuk melakukan koordinasi bagi terciptanya tujuan yang telah ditentukan, baik itu bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan.
Karena pada dasarnya Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyyah Diniyah yang membawa faham keagamaan, maka Ulama sebagai mata rantai pembawa faham Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, selalu ditempatkan sebagai pengelola, pengendali, pengawas dan pembimbing utama jalannya organisasi. Sedang untuk melaksanakan kegiatannya, Nahdlatul Ulama menempatkan tenaga-tenaga yang sesuai dengan bidangnya guna menanganinya.

Sumber

Kamis, 12 Oktober 2017

kyai musthafa ali ya'qub eks imam besar istiqlal pun di wahhabikan


DatDut.Com – Tuduhan-tuduhan miring mengenai sosok Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub yang merupakan agen Arab Saudi dan Wahabi cukup santer di media-media online.Sarkub.com, salah satu situs yang berafiliasi ke NU, mencurigai acara siaran televisi di RCTI yang bertemakan “Hadis-hadis Bermasalah”. Di mana, Kiai Ali Mustafa Yaqub terlibat dalam acara siaran program Ramadan tersebut.
Demi kemaslahatan, akhirnya acara tersebut tidak dilanjutkan. Bagi pengkaji Hadis, istilah Hadis-hadis bermasalah itu bukan hanya membicarakan Hadis maudhu’ seperti yang disangkakan Sarkub.com saja.
Hadis Matruk, Hadis Munkar, dan Hadis-hadis daif lainnya juga termasuk Hadis bermasalah. Selain dari kalangan NU, kalangan Syiah dan Liberal juga kurang suka dengan sosok Kiai Ali Mustafa Yaqub. Pasalnya, beliau merupakan ulama yang konsisten mengkritik pemikiran-pemikiran yang menurutnya sudah melenceng dari jalur Ahli Sunah wal Jamaah.
Karenanya, mungkin ada beberapa kalangan yang berbahagia saat Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub ini sudah tidak lagi menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal. Mengapa mereka kurang suka dengan Kiai Ali Mustafa Yaqub? Nah, baca dulu 5 uraian di bawah ini:
[nextpage title=”1. Ingin Mencari Titik Temu NU-Wahabi”]
1. Ingin Mencari Titik Temu NU-Wahabi
Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub pernah menulis artikel “Titik Temu Wahabi-NU” di Republika. Sebagai tokoh yang lama tinggal di Arab Saudi yang dikenal sebagai cikal bakal lahirnya paham Wahabi, Pengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah ini, berusaha mencari titik temu antara amaliah NU dan Wahabi.
Beliau membandingkan buku induk NU dan Wahabi. Buku induk NU yang beliau rujuk adalah buku karya Syekh Hasyim Asy’ari. Sementara itu, sumber-sumber ajaran Wahabi yang beliau rujuk adalah karya-karya Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayim, dan Muhammad Abdul Wahab.
Judul artikel tersebut kemudian menjadi sebuah buku dengan pembahasan yang spesifik mencari titik temu antara ajaran NU dan Wahabi. Upaya dan niat beliau mencari titik temu ini justru dipertanyakan banyak kalangan NU.
Padahal, niat beliau itu untuk mewaspadai pembenturan yang selalu dilakukan zionis antara kedua golongan itu yang sama-sama memiliki simpatisan yang cukup banya. Bila masih terus terjadi benturan antara NU dan Wahabi, itu sama saja menjadi relawan gratis Zionis untuk melaksanakan agenda Zionisme.
Di sisi lain, beliau juga sangat menentang aliran-aliran Wahabi ekstrimis yang suka membidahkan amaliah-amaliah NU. Beliau itu hidup lama di dua kultur tersebut, NU dan Wahabi (Arab Saudi). Sehingga tahu persis amaliah-amaliah dua golongan tersebut.
Tentu sangat berlebihan anggapan sebagaian kalangan NU yang mendiskreditkan beliau sebagai agen Wahabi.
[nextpage title=”2. Mengkritik Aktor Intelektual Korban Haji Mina”]
2. Mengkritik Aktor Intelektual Korban Haji Mina
Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub pernah menulis artikel “Aktor Intelektual Tragedi Mina” di Republika.co.id. Dalam pembahasannya tersebut, Kiai Ali Mustafa Yaqub menggaris bawahi beberapa hal terkait banyaknya jamaah haji yang meninggal pada tahun 2015.
Pertama, jatuhnya korban haji yang tewas setelah tahun 1980-an itu, dugaannya, merupakan setingan Zionis untuk mengadu domba sesama umat Islam. Kedua, Kiai Ali Mustafa Yaqub mendengar bahwa korban Mina yang berjumlah ribuan itu sengaja dilakukan oleh jamaah haji asal Iran. Itu pun beliau masih mempertanyakan keabasahan berita tersebut.
Ketiga, Kiai Ali Mustafa Yaqub tidak setuju dengan wacana pengelolaan haji secara internasional yang justru akan menimbulkan konflik yang semakin memanas di antara umat Islam.
Seingat saya, Abdillah Toha, Komisaris Utama Penerbit Mizan, mengkritik dan mempertanyakan gelar Imam Besar Masjid Istiqlal yang pada waktu itu disandang Kiai Ali Mustafa Yaqub setelah beliau menulis artikel di atas.
Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal itu bisa jadi dianggap Toha mengganggu kepentingan-kepentingan Syiah. Karenanya, Toha menulis bantahan tulisan Kiai Mustafa di atas melalui Republika juga. Sebagaimana diketahui, Penerbit Mizan sering kali menerbitkan buku-buku pemikiran ulama-ulama Syiah.
[nextpage title=”3. Melarang Ulama Syiah Ceramah di Istiqlal”]
3. Melarang Ulama Syiah Ceramah di Istiqlal
Setahu saya, Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub bukanlah sosok yang mudah menyesatkan aliran atau paham tertentu tanpa pertimbangan dan argumen yang menurut beliau kuat. Dan, saya belum pernah mendengar beliau menyesatkan aliran Syiah secara mutlak.
Mungkin Anda bisa membaca reportase DatDut.com terkait ceramah beliau yang di antaranya menyinggung tentang..
Namun demikian, beliau mewaspadai betul memberi ruangan lebar untuk kelompok Syiah. Salah satunya beliau pernah mewanti-wanti agar Masjid Istiqlal tidak memperkenankan ulama Syiah ceramah umum di situ. Karena hal tersebut akan membuat fitnah di kalangan masyarakat di tengah marayaknya fanatisme mazhab dan perang ideologi antara Wahabi dan Syiah.
[nextpage title=”4. Keras terhadap Pembolehan Nikah Beda Agama”]
4. Keras terhadap Pembolehan Nikah Beda Agama
Hukum bolehnya nikah beda agama disuarakan secara lantang oleh para pegiat Islam Liberal. Kini Jaringan Islam Liberal (JIL) sudah tidak begitu menampakkan taringnya di tengah kesibukan tokoh-tokohnya yang tidak lagi fokus mengurusi JIL.
Apalagi pembesar JIL, Ulil Abshar Abdalla kini sudah sibuk menjadi kader partai politik Demokrat. Ini diperjelas dari aktivitas situs Islamlib.com yang sudah jarang di-updatedengan tulisan-tulisan terbaru.
Di samping itu, Luthfi Syaukanie, salah satu pembesar JIL lainnya, sudah sibuk mengurusi situs yang dikelolanya sendiri, Qureta. Nah, Kiai Ali Mustafa Yaqub sangat menentang sekali dengan ide-ide pembolehan nikah beda agama yang dilakukan para aktivis JIL. Bahkan beliau menulis buku spesifik berjudul “Nikah Beda Agama dalam Alquran dan Hadis” yang diterbitkan Pustaka Firdaus pada tahun 2005 (cetakan pertama).
[nextpage title=”5. Menolak Pendapat Kebolehan Perempuan Mengimami Salat Laki-laki”]
5. Menolak Pendapat Kebolehan Perempuan Mengimami Salat Laki-laki
Kesetaraan gender juga merupakan isu yang sering digembor-gemborkan aktivis JIL. Salah satu artikel yang pernah dirilis situs Islamlib.com berjudul “Perempuan Boleh Mengimami Laki-laki”. Artikel ini merupakan pemikiran K.H. Husein Muhammad yang diwawancarai Ulil Abshar pada tahun 2005. Pendekatan yang dilakukan Kiai Husein berdasarkan pendapat-pendapat fikih ulama mazhab.
Sementara itu, Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub menulis buku yang berjudul “Imam Perempuan”. Buku itu merupakan respon atas pendapat kebolehan perempuan menjadi imam dalam salat. Menurut beliau, hadis tentang bolehnya wanita menjadi imam salat itu daif dan tidak dapat dijadikan landasan hukum.
Ini 5 Alasan Mengapa Syiah dan Liberal Tidak Suka Prof. Dr. K.H. Ali
www.datdut.com › ali-mustafa-yaqub

Selasa, 10 Oktober 2017

Kafir ucapan dan perbuatan dan keyaqinan dalam hati menurut ulama

الكفر يكون قولاً باللسان، واعتقاداً بالقلب، وعملاً بالجوارح


 مجمَل أقوالِ العلماءِ تنحصر في خمس عبـاراتٍ:
1- أنَّ الكفرَ يكون بالقول أو الفعل. فلم يقيّدوه بالاعتقـادِ .
2- أنَّ الكفرَ يكون بالقول أو الفعل أو الاعتقاد. فغايروا بينها .
3- أنَّ الكفرَ يكون بالقول أو الفعل ولو لم يُعْتَقَد، فنصُّوا على عدمِ شرطيَّةِ الاعتقاد .
4- أنَّ الكفرَ يكون بالقول والفعل ولو لحظٍّ من حظوظِ الدُّنيـا .
5- ردودٌ أو إنكارٌ على الجهميّة والمرجئة الذين يشترطونَ الاعتقاد أو الاستحلال .
ومن تأمَّل هذه العبارات يجد أن مؤداها واحدٌ وإنْ كان بعضُها أصرح من بعضٍ في بيان المقصود. 
قال الشيخ عبدالرحمن بن سعدي: فكـلُّ اعتقادٍ أو قولٍ أو عملٍ ثبت أنَّه مأمورٌ به من الشارع فصرفُه لله وحده توحيدٌ وإيمانٌ وإخلاصٌ، وصرفُه لغيره شركٌ وكفرٌ. فعليك بهذا الضابط للشِّرك الأكبر الَّذي لا يشذُّ عنه شيءٌ)) 
جاء في فتاوى اللجنة الدائمة الفتوى رقم (20212) وتاريخ 7/2/1419هـ:
 ((وأنَّ الكفر يكون بالقول والفعل والتَّرك والاعتقاد والشكِّ كما قامت على ذلك الدَّلائل من الكتاب والسُّنَّة)) .
قال الإمام سفيان بن عيينة – رحمه الله تعالى – عندما سئل عن الإرجاء:
(يقولون: الإيمان قول، ونحن نقول: الإيمان قول وعمل، والمرجئة أوجبوا الجنة لمن شهد أن لا إله إلا الله؛ مصراً بقلبه على ترك الفرائض، وسموا ترك الفرائض ذنباً بمنزلة ركوب المحارم، وليس بسواء؛ لأن ركوب المحارم من غير استحلال معصية، وترك الفرائض متعمداً من غير جهل ولا عذر هو كفر) .
قال الإمام الشافعي - رحمه الله - حين سئل عمن هزل بشيء من آيات الله تعالى: (هو كافر) واستدل بقول الله تعالى: قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُونَ لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ [التوبة: 65-66] .
قال الإمام عبد الله بن الزبير الحميدي رحمه الله:
(أخبرت أن ناساً يقولون: من أقر بالصلاة، والزكاة، والصوم، والحج، ولم يفعل من ذلك شيئاً حتى يموت، أو يصلي مستدبر القبلة حتى يموت؛ فهو مؤمن ما لم يكن جاحداً. إذا كان يقر بالفرائض واستقبال القبلة؛ فقلت: هذا الكفر الصراح، وخلاف كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم وفعل المسلمين، قال عز وجل:
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ [البينة:5] .
قال الإمام إسحاق بن راهويه رحمه الله:
(ومما أجمعوا على تكفيره، وحكموا عليه كما حكموا على الجاحد؛ فالمؤمن الذي آمن بالله تعالى، وبما جاء من عنده، ثم قتل نبياً، أو أعان على قتله، وإن كان مقراً، ويقول: قتل الأنبياء محرم؛ فهو كافر، وكذلك من شتم نبياً، أو رد عليه قوله من غير تقية ولا خوف) .
قال الإمام الفقيه أبو ثور إبراهيم بن خالد الكلبي رحمه الله:
(فاعلم - يرحمنا الله وإياك - أن الإيمان تصديق بالقلب، وقول باللسان، وعمل بالجوارح. وذلك أنه ليس بين أهل العلم خلاف في رجل لو قال: أشهد أن الله - عز وجل - واحد، وأن ما جاءت به الرسل حق، وأقر بجميع الشرائع، ثم قال: ما عقد قلبي على شيء من هذا، ولا أصدق به؛ أنه ليس بمسلم.
ولو قال: المسيح هو الله، وجحد أمر الإسلام، وقال: لم يعتقد قلبي على ذلك؛ أنه كافر بإظهار ذلك، وليس بمؤمن) .
قال الإمام أحمد بن حنبل - رحمه الله - عندما سأله ابنه عبدالله عن رجل قال لرجل: يا ابن كذا وكذا أنت ومن خلقك: (هذا مرتد عن الإسلام) وسأله: تضرب عنقه؟ قال: (نعم تضرب عنقه) .
قال الإمام محمد بن سحنون المالكي - رحمه الله -:
(أجمع العلماء أن شاتم النبي صلى الله عليه وسلم المنتقص له؛ كافر، والوعيد جار عليه بعذاب الله له، وحكمه عند الأمة: القتل، ومن شك في كفره وعذابه كفر) .
قال الإمام البربهاري رحمه الله:
(ولا يخرج أحد من أهل القبلة من الإسلام، حتى يرد آية من كتاب الله عز وجل، أو يرد شيئاً من آثار رسول الله صلى الله عليه وسلم، أو يذبح لغير الله، أو يصلي لغير الله، وإن فعل شيئاً من ذلك؛ فهو مؤمن ومسلم بالاسم لا بالحقيقة) .
قال الإمام النووي - رحمه الله - في تعريف الردة:
(هي قطع الإسلام، ويحصل ذلك تارة بالقول الذي هو كفر، وتارة بالفعل، والأفعال الموجبة للكفر هي التي تصدر عن تعمد واستهزاء بالدين صريحاً؛ كالسجود للصنم أو للشمس، وإلقاء المصحف في القاذورات، والسحر الذي فيه عبادة الشمس ونحوها. قال الإمام: في بعض التعاليق عن شيخي إن الفعل بمجرده لا يكون كفراً، قال: وهذا زلل عظيم من المعلق ذكرته للتنبيه على غلطه، وتحصل الردة بالقول الذي هو كفر؛ سواء صدر عن اعتقاد أو عناد أو استهزاء) .
قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله:
(إن من سب الله، أو سب رسوله كفرا ظاهراً وباطناً؛ سواءً كان الساب يعتقد أن ذلك محرم، أو كان ذاهلاً عن اعتقاده، هذا مذهب الفقهاء وسائر أهل السنة القائلين بأن الإيمان قول وعمل) .
قال الإمام ابن كثير - رحمه الله - في تفسير الآية (106 - 109) من سورة النحل:
(أخبر تعالى عمن كفر به بعد الإيمان والتبصر، وشرح صدره بالكفر واطمأن به؛ أنه قد غضب عليه لعلمهم بالإيمان ثم عدولهم عنه، وأن لهم عذاباً عظيماً في الدار الآخرة؛ لأنهم استحبوا الحياة الدنيا على الآخرة، فأقدموا على ما أقدموا عليه من الردة لأجل الدنيا ولم يهد الله قلوبهم ويثبتهم على الدين الحق؛ فطبع على قلوبهم، فهم لا يعقلون بها شيئاً ينفعهم).
قال الإمام الحافظ ابن رجب الحنبلي رحمه الله:
(فقد يترك دينه، ويفارق الجماعة، وهو مقر بالشهادتين، ويدعي الإسلام؛ كما إذا جحد شيئاً من أركان الإسلام، أو سب الله ورسوله، أو كفر ببعض الملائكة، أو النبيين، أو الكتب المذكورة في القرآن مع العلم بذلك) .
وقال أيضاً - رحمه الله - في شرحه لحديث ((بني الإسلام على خمس...)) :
(وهذا الحديث دل على أن الإسلام مبني على خمسة أركان... وأن الإسلام مثله كبنيان، وهذه الخمس: دعائم البنيان وأركانه التي يثبت عليها البنيان... وأما هذه الخمس؛ فإذا زالت كلها سقط البنيان ولم يثبت بعد زوالها، وكذلك إن زال منها الركن الأعظم وهو الشهادتان، وزوالهما يكون بالإتيان بما يضادهما ولا يجتمع معهما.
وأما زوال الأربع البواقي: فاختلف العلماء... وكثير من علماء أهل الحديث يرى تكفير تارك الصلاة.
وحكاه إسحاق بن راهويه إجماعاً منهم حتى إنه جعل قول من قال: لا يكفر بترك هذه الأركان مع الإقرار بها من أقوال المرجئة.. وبيان ذلك في أمر آدم وإبليس وعلماء اليهود الذين أقروا ببعث النبي صلى الله عليه وسلم بلسانهم ولم يعملوا بشرائعه.
وروي عن عطاء ونافع - مولى ابن عمر - أنهما سئلا عمن قال: الصلاة فريضة ولا أصلي، فقالا: هو كافر. وكذا قال الإمام أحمد .
ونقل حرب عن إسحاق قال: غلب المرجئة حتى صار من قولهم: إن قوماً يقولون: من ترك الصلوات المكتوبات، وصوم رمضان، والزكاة، والحج، وعامة الفرائض من غير جحود لها لا نكفره، يرجى أمره إلى الله بعد؛ إذ هو مقر؛ فهؤلاء الذين لا شك فيهم - يعني في أنهم مرجئة.
وظاهر هذا: أنه يكفر بترك هذه الفرائض.
وممن قال بذلك: ابن المبارك، وأحمد - في المشهور عنه -، وإسحاق، وحكى عليه إجماع أهل العلم - كما سبق - وقال أيوب: ترك الصلاة كفر لا يختلف فيه .
وقال عبدالله بن شقيق: كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يرون شيئاً من الأعمال تركه كفر غير الصلاة. خرجه الترمذي .
وقد روي عن علي، وسعد، وابن مسعود وغيرهم قالوا: ((من ترك الصلاة فقد كفر...)) .
قال الإمام العلامة مرعي بن يوسف الكرمي المقدسي - رحمه الله - في تعريف الردة:
وهو من كفر بعد إسلامه، ويحصل الكفر بأحد أربعة أمور: بالقول كسب الله تعالى ورسوله، أو ملائكته، أو ادعاء النبوة، أو الشرك له تعالى، وبالفعل كالسجود للصنم ونحوه وكإلقاء المصحف في قاذورة، وبالاعتقاد كاعتقاده الشريك له تعالى، أو أن الزنا أو الخمر حلال، أو أن الخبز حرام، ونحو ذلك، ومما أجمع عليه إجماعاً قطعياً، وبالشك في شيء من ذلك. 
 وشعب الإيمان قسمان: قوليّة، وفعليّة، وكذلك شُعَبُ الكفر نوعان: قوليّة وفعليّة، ومن شعَبِ الإيمان القوليَّة: شعبةٌ يوجب زوالها زوالَ الإيمان فكذلك من شعبِهِ الفعليّة ما يوجب زوالَ الإيمان. وكذلك شعبُ الكفر القوليَّة والفعليَّة، فكما يكفر بالإتيان بكلمة الكفر اختياراً، وهي شعبة من شعب الكفر، فكذلك يكفر بفعل شعبةٍ من شُعبه كالسُّجود للصَّنم، والاستهانَة بالمصحفِ، فهذا أصل. الكفر ذو أصل وشعب، فكما أن شعب الإيمان إيمان، فشعب الكفر كفر، والحياء شعبة من الإيمان، وقلة الحياء شعبة من شعب الكفر، والصدق شعبة من شعب الإيمان، والكذب شعبة من شعب الكفر، والصلاة والزكاة، والحج، والصيام من شعب الإيمان، وتركها من شعب الكفر، والحكم بما أنزل الله من شعب الإيمان، والحكم بغير ما أنزل الله من شعب الكفر، والمعاصي كلها من شعب الكفر، كما أن الطاعات كلها من شعب الإيمان 
ولإيضاح هذه المسألة المهمة أقول: 
1- مما يدل على أن الكفر يكون كلاما باللسان قوله تعالى: وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ [التوبة:65-66] 
قال شيخ الإسلام: فبين أنهم كفارٌ بالقول، مع أنهم لم يعتقدوا صحته .
وقوله تعالى: وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلامِهِمْ[التوبة:74] 
وقوله تعالى: مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ[النحل:106]
ومعلوم أنه لم يرد بالكفر هنا اعتقاد القلب فقط، لأن ذلك لا يكره الرجل عليه، وهو قد استثنى من أُكره، ولم يُرد من قال واعتقد؛ لأنه استثنى المكره، وهو لا يكره على العقد والقول، وإنما يكره على القول فقط، فعُلم أنه أراد:من تكلم بكلمة الكفر فعليه غضب من الله وله عذاب عظيم، إلا من أكره وهو مطمئن بالإيمان، ولكن من شرح بالكفر صدرا من المكرهين فإنه كافر أيضا، فصار كل من تكلم بالكفر كافرا إلا من أكره فقال بلسانه كلمة الكفر وقلبه مطمئن بالإيمان) .
ومن الكفر بالقول: دعاء غير الله تعالى من الأموات والغائبين؛ لقوله تعالى: وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ [المؤمنون:117]
وقوله: فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآَيَاتِهِ أُولَئِكَ يَنَالُهُمْ نَصِيبُهُمْ مِنَ الْكِتَابِ حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ قَالُوا أَيْنَ مَا كُنْتُمْ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالُوا ضَلُّوا عَنا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ[الأعراف:37]، وقوله: ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ إِنْ تَدْعُوهُمْ لا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ [فاطر:13-14]إلى غير ذلك من الآيات الدالة على أن هذا الدعاء كفر وشرك بالله تعالى.
وفي ذلك يقول شيخ الإسلام: (فمن جعل الملائكة والأنبياء وسائط يدعوهم ويتوكل عليهم، وسألهم جلب المنافع ودفع المضار، مثل أن يسألهم غفران الذنب وهداية القلوب وتفريج الكروب وسد الفاقات، فهو كافر بإجماع المسلمين) .
وقال: (وكذلك الغلو في بعض المشايخ: إما في الشيخ عدي ويونس القتي أو الحلاج وغيرهم، بل الغلو في علي بن أبى طالب ونحوه، بل الغلو في المسيح ونحوه. فكل من غلا في حي أو في رجل صالح كمثل علي أو عدي أو نحوه، أو فيمن يعتقد فيه الصلاح، كالحلاج أو الحاكم الذي كان بمصر، أو يونس القتي ونحوهم، وجعل فيه نوعا من الإلهية مثل أن يقول: كل رزق لا يرزقنيه الشيخ فلان ما أريده، أو يقول إذا ذبح شاة: باسم سيدي أو يعبده بالسجود له أو لغيره، أو يدعوه من دون الله تعالى، مثل أن يقول: يا سيدي فلان اغفر لي أو ارحمني أو انصرني أو ارزقني أو أغثني أو أجرني أو توكلت عليك أو أنت حسبي، أو أنا في حسبك، أو نحو هذه الأقوال والأفعال، التي هي من خصائص الربوبية التي لا تصلح إلا لله تعالى؛ فكل هذا شرك وضلال يستتاب صاحبه فإن تاب وإلا قتل فإن الله إنما أرسل الرسل وأنزل الكتب لنعبد الله وحده لا شريك له ولا نجعل مع الله إلها آخر. والذين كانوا يدعون مع الله آلهة أخرى - مثل: الشمس والقمر والكواكب والعزير والمسيح والملائكة واللات والعزى ومناة الثالثة الأخرى ويغوث ويعوق ونسر أو غير ذلك - لم يكونوا يعتقدون أنها تخلق الخلائق، أو أنها تنزل المطر، أو أنها تنبت النبات، وإنما كانوا يعبدون الأنبياء والملائكة والكواكب والجن والتماثيل المصورة لهؤلاء، أو يعبدون قبورهم ويقولون: إنما نعبدهم ليقربونا إلى الله زلفى، ويقولون: هم شفعاؤنا عند الله فأرسل الله رسله تنهى أن يدعى أحد من دونه، لا دعاء عبادة، ولا دعاء استغ

Minggu, 08 Oktober 2017

Nasaruddin umar si sufi atau si pembela kemusyrikan

Ada sufi nyeleneh.
diakui sebagai aswaja atau tidak ni imam istiqlal.

DOKTRIN Trinitas atau Tritunggal dalam agama Kristen sama sekali tidak ber­benturan dengan Ketuhanan YME. Doktrin Trinitas meng­gambarkan Satu Tuhan da­lam tiga pribadi (one God in three Divine Personsthree), yaitu Bapa, Anak (Yesus Kris­tus), dan Roh Kudus. Tiga konsubstansi tersebut dapat dibedakan, namun tetap merupakan satu substansi. Doktrin Trini­tas tidak secara eksplisit dalam Kitab Suci tetapi Kitab Suci memberikan kesaksian tentang kegia­tan suatu pribadi yang hanya dapat dipahami dari segi Trinitaris. Tidak heran jika doktrin ini memi­liki bentuk pembenarannya lebih luas pada akhir abad ke-4. Dalam Konsili Lateran IV dijelaskan: “Allah yang memperanakkan, Anak yang diper­anakkan, dan Roh Kudus yang dihembuskan”. Meskipun memiliki “tiga pribadi” tetapi tetap satu.

Logika Doktrin trinitas sesungguhnya bisa di­jelaskan melalui logika Ahadiyah-Wahidiyah da­lam teosofi Islam, Ein Sof-Sefirod dalam Kabba­la Yahudi, Atma-Brahma dalam agama Hindu, Yang-Yin dalam teologi Taoisme. Sesuatu yang berganda atau berbilang tidak mesti harus dipertentangkan dengan konsep keesaan. Kon­sep Asma’ al-Husna berjumlah 99 tidak mesti bertentangan dengan keesaan Allah Swt.

Suatu saat seorang muslim mendebat se­orang pendeta dengan mempertanyakan kon­sep keesaan Tuhan dengan kehadiran Bapak, Anak, dan Roh Kudus. Sang pendeta menga­takan, kami masih mending karena hanya tiga. Bagaimana dengan Islam Tuhannya berjumlah 99. Dengan tegas dijawab bahwa 99 nama itu tetap Tuhan Yang Maha Ahad itu. Lalu dijawab, apa bedanya dengan agama kami. Yang tiga itu tetap yang satu itu.

Dalam diskusi lain, seorang murid mengadu ke mursyid (guru spiritual), bagaimana saudara kita yang beragama Kristen mengaku berketuhanan YME tetapi memiliki doktrin Trinitas, atau sau­dara kita yang beragama Hindu memiliki doktrin Trimurti? Sang mursyid menjawab, di situlah ke­lirunya mereka karena membatasi Tuhan hanya tiga, padahal semua yang ada adalah Dia, tidak ada yang ada (maujud) selain Dia. Sang mursy­id mengutip sebuak ayat: Wa lillah al-masyriq wa al-magrib fa ainama tuwallu fa tsamma wajh Al­lah (Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al- Baqarah/2:115). Setelah mendengarkan panjang lebar penjelasan mursyid barulah murid itu lega. Akan tetapi kembali bertanya, kalau saudara kita tadi keliru karena hanya membatasi Tuhan han­ya tiga, bagaimana dengan saya yang hanya membatasi Tuhan hanya satu. Sang mursyid menjawab: Sesungguhnya mungkin tidak ada yang salah, termasuk anda, karena yang ban­yak itu ialah yang satu itu dan yang satu itulah yang memiliki wajah yang banyak (al-wahdah fi al-katsrah wa al-katysrah fi al-wahdah/the one in te many and the many in the one).

Bagi umat Kristiani doktrin Trinitas sama sekali tidak mengganggu konsep kemahae­saan Tuhan dan Ketuhanan YME. Hanya orang-orang luar Kristen sering sulit mema­hami Tuhan mempunyai anak, karena dalam benak masyarakat kata “Anak” masih selalui di­hubungkan dengan anak biologis. Padahal da­lam Bahasa Arab kata “Ibn” atau “Son” dalam Bahasa Inggris tidak selamanya berarti anak bi­ologis. Kata “anak” bisa berarti simbol kedeka­tan atau representatif, seperti kata “anak-anak Indonesia di luar negeri” berarti anak-anak yang menampilkan ciri khas dan karakteristik bangsa Indonesia. Seorang anak lebih menciri­kan karakter bapaknya sering diistilahkan “anak bapaknya”. Begitu dekatnya hubungan dan banyaknya persamaan sifat dan karakter sese­orang dengan sesuatu sering diistilahkan anak dari sesuatu itu. Persoalan semantik sering kali menjadi faktor penyebab terjadinya perbedaan mendasar, bahkan menjadi sumber konflik.

Nasaruddin Umar
Imam Besar Masjid Istiqlal

Jumat, 06 Oktober 2017

Kyai hasyim asy'ari itu toleran,siapa provokator intoleran di NU?


DutaIslam.Com - KH Hasyim Asy’ari pernah menulis sebuah artikel dalam majalah Suara Nahdlatul Ulama pada tahun 1926 M, beberapa bulan setelah NU didirikan.
Dalam artikel tersebut, beliau mengajukan argumentasi tentang hukum menggunakan kenthongan. Karena kentongan tidak disebutkan dalam hadis Nabi, maka tentunya diharamkan dan tidak dapat digunakan untuk menandakan waktu shalat. Demikian pendapat Mbah Hasyim. 
Sebulan setelah dipublikasikan, seorang kiai senior lainnya, yakni Kiai Faqih Maskumambang (Guru Kyai Zubair Sarang) menulis sebuah artikel untuk menentang artikel Kiai Hasyim itu. Beliau berpendapat, Kiai Hasyim dianggap salah karena prinsip yang digunakan dalam masalah ini adalah masalah qiyas, atau kesimpulan yang didasarkan atas prinsip yang sudah ada. Atas dasar ini, maka kentongan di Asia Tenggara memenuhi syarat untuk digunakan sebagai penanda masuknya waktu shalat.

Sebagai tanggapannya, Kiai Hasyim mengundang ulama Jombang untuk bertemu dengan beliau di rumahnya dan kemudian meminta agar kedua artikel itu dibaca keras. Ketika hal itu dilakukan, beliau mengumumkan kepada mereka yang hadir.
“Anda bebas mengikuti pendapat yang mana saja, karena kedua-duanya benar. tetapi saya tekankan bahwa di pesantren saya kentongan tidak digunakan,” kata Kiai Hasyim. 
Beberapa bulan kemudian, Kiai Hasyim diundang untuk menghadiri perayaan Maulid Nabi di Gresik. Tiga hari sebelum tiba, Kiai Faqih yang merupakan kiai senior di Gresik, membagikan surat kepada semua masjid dan mushalla untuk meminta mereka menurunkan kentongan demi menghormati Kiai Hasyim dan tidak menggunakannya selama kunjungan Kiai Hasyim di Gresik.

warga NU tak taat ucapan ulamanya kalau soal salafi

Pro dan kontra soal keberadaan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal ternyata mendapat perhatian Ketu Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Maruf Amin.
Menurut Maruf, terkait pembekuan izin IMB oleh Wali Kota Bogor maupun protes masyarakat, dirinya meminta diselesaikan secara baik, alias win-win solution.

Dia menyebut mereka yang menekan wali kota untuk membekukan IMB masjid Imam Ahmad bin Hanbal, merupakan kalangan intoleran.
“Kalau misalnya ada masyarakat bersikap kurang baik menghantam atau menekan wali kota, itukan sikap intoleran dan memang harus dicegah
dan harus diperingatkan. Jika memang tidak bisa masih juga bersikap intoleran, ya harus dihentikan dan wali kota harus juga tegas,” ucapnya, dilansir RMol Jabar (Jawa Pos Grup).
Maruf menambahkan, Izin pembangunan tempat ibadah tersebut sudah berjalan lama dan hanya memperluas bangunan yang sudah ada. Pun dengan kegiatan peribadatan juga sudah berjalan lebih dari lima tahun.
“Kenapa baru sekarang dipermasalahkan, jangan digunakan untuk momentum tahun politik buat kepentingan pribadi,” tandasnya.
Sumber: moslemtoday.com

info salamtime

SIAPAKAH AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH ?

Benarkah AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH itu asy'ariyyah?  Saya akan jawab persoalan yang terus menipu orang online maupun orang offline...