Penanya (portal muslim beriman) :
Yang disepakati oleh para imam madzhab sebagaimana dijelaskan dalam catatan nota kaki itu adalah wajibnya Nasbul Imamahnya (pengangkatan pemimpin) dan dalam artikel saya juga sudah saya sampaikan (monggo baca lagi),
Justru yang jadi perbedaan pendapat diantara ulama madzhab adalah mengenai
1). Apakah wajibnya bersifat Aqli atau Syar'i ?
dalam hal ini para ulama berbeda pendapat,adanya yang melihatnya sebagai kewajiban yang bersifat Aqli dan ada yang menganggapnya sebagai kewajiban bersifat Syar’I (lihat Al Mawardi, Ahkamus Sulthoniah),
2) Apakah khilafah sebagai satu-satunya sistem/bentuk pemerintahan? dalam hal ini juga tidak ada ijmak bahwa khilafah sebagai satu satunya sistem yang diakui (kalau njenengan menemukan tolong silahkan ditulis). Bahkan menurut ulama ahlus sunah tidak ada keharusan dan kebakuan mengenai bentuk pemerintahan Islam. Dengan argumentasi kalau memang Khilafah-Khalifah sebagai satu-satunya sistem, tentu Nabi akan menunjuk siapa calon penggantinya secara eksplisit. Abu Bakar disepakati sebagai khalifah berdasar musyawarah Muhajirin dan Anshor saaat itu. Dan juga menurut Ahlus Sunah bahwa yang terpenting adalah fungsi pemerintahan umat Islam itu dapat menjamin dan melindungi ditegakkanya hukum-hukum Islam, Maka dalam sejarah Islam kita mengenal aneka bentuk pemerintahan, dari Khalifah yang benar-benar ideal (masa Khulafa' Rasyidin), Khalifah tapi rasa Raja (Zaman Umayah kecuali masa Umar bin Abdul Aziz), model kesultanan (Dinasti Ayubiyah) dan diera sekarang mungkin model presidensial, parlementer, kerajaan dll. ini artinya titik tekanya bukan pada bentuk tapi pada terlaksanya fungsi pemerintahan yang menjaga agama dan mengatur urusan duniawi. (lihat di Muqaddiman ibnu Khaldun)
Nur salam :
Sistem pemerintahan imamah/khilafah/imarah yang di maksud dalam beberapa dalil tentang wajibnya mengangkat seorang imam itu jelas bukan gaya baru seperti presidensial/parlementer/monarki/....
Tapi di jelaskan lagi dengan sangat gamblang ولا يجوز للمسلمين فى وقت واحد وفى جميع البلد امامان لا متفقان ولا متفرقان.
Artinya ummat ini wajib melakukan mengangkat imam yang satu dan tidak boleh mengangkat dua imam baik disetujui keduanya atau terpecah keduanya,karena jika itu terjadi maka akan bisa menjadi persaingan antara muslimin dan pertikaian dan perpecahan yang melemahkan.
Nabi katakan الجماعة رحمة والفرقة عذاب.
Di sebutnya khilafah itu jelas sebagaimana di sebutkan oleh ibn khaldun dan disebutnyfa khalifah juga jelas sebagaimana qaul ibn khaldun,saya menambahi bhw khilafah/imamah/imarah itu kalimat taraduf bermakna sama (synonim). Adapun apabila kepemimpinan dengan sistem dinasti atau empire namun tetap memperhatikan dan menyatukan wilayah2 muslimin dan pimpinan2 wilayah atau gubernur di suatu tempat itu masih tunduk dan bergabung pada khalifah/imam maka ia termasuk dalam kekhalifahan.
Sunni tetap menyebut bahwa kepemimpinan bani umayyah dan bani abbas adalah khilafah (khilafah bani umayyah dan khilafah bani abbasiyah).
Tentang aqli atau syar'i mari kita bersandar pd qaul yang rajih disertai dalailnya.toh sama2 ga pasti baik dari anda atau dari saya. Persepsi memang berkarakter zhanni.
Inkonsisten teman2 disini adalah seperti pada perkara yang di anggap cocok dengan selera maka di buat dalil justifikasi.
Tapi pada suatu perkara lain yg dirasa kontraindikasi maka dinyatakan keliru.
Mengapa inkosisten !
Kalau ini yg ijtihadiyyah dan sudah ijma shahabat2 juga ijma' ulama mu'tabar saja masih di tolak,lalu perkara2 diluar yg tidk di kenal adanya ijma' bahkan menyelisihi dalil itu di perlombakan.
Atau di dalam artikel itu di tuliskan pandangan ibn khuldun ttg disepakatinya imamah dan khilafah dengan hasil konsensus muslimin; itu saja masih di tolak dengan pendapat2 di bawahnya yang tidak tepat essensinya.
Didalam bulughul maram bab qitalu ahlil baghy oleh ibn hajar ttg imamah global/ khilafah beliau memberi nota kaki ttg kefardhuan imamah menurut aimmatul madzahibil arba'ah.
Lalu bagaimana dg artikel yg di tulis di page diatas itu mengartikan imam yg wajib di bai'at adalah nabi saja dan penulis menafikan bai'at para imam imaratul muslimin !?
Kalau begitu tak perlu abu bakar,umar utsman ali minta di bai'at dan menerima bai'at,donk...!
Apalagi meyaqini imam fiqh sebagai penanggung jawab ummat di akhirat karena ar-ra'yu dari ijtihadnya di ikuti para muqallid 'ama,padahal tidk ada bai'at ta'at pada imam mujtahid itu untuk wajib di ikuti pendapat salah satunya saja dan para imam madzhab itu tidak menuntut wajib kepada ummat utk bertaqlid kepada satu diantara darinya.
Soal ttg urusan ini sudh lama membuat saya jenuh tapi masih ada yg ingin tahu maka boleh saya jawab.
Dn point ending dari setiap mereka yg kontra dg seruan khilafah ini adalah selalu mereka berucap SAYA TIDAK ANTI KHILAFAH DAN TIDAK ANTI PERSATUAN,SAYA RINDU PERSATUAN ITU HANYA SAJA KHILAFAH INI TIDK RELEVAN begitu biasanya.
Itulah sikap ambigu dan inkonsisten demi membenarkan pandanganya.
Satu lagi teguran dari saya jika hal ini (kewajiban membangkitkan khilafah) adalah merupakan ijtihadi maka tidk seharusnya mensalahkan akan tetapi mengambil mana hasil yang rajih dan ijma'.
Inkonsisten lagi adalah ulama 4 madzhab yg menjadi imam ahli ilmu fiqh itu sepakat mengangkat imamah bagi seluruh muslim maka pihak2 semacam portalmuslimberiman ini sama sekali tidk bersandar pd interpretasi aimmatul madzahib itu.
Padahal didalam artikel tertulis oleh portal diatas yg kebanyakan kopas juga menukilkan pendapat2 yang sepakat nashbul imamah yang di maksud adalah kepemimpinan umum pada islam.
Tapi masih di inkari dg bermacam asumsi/al-wahm.
Usaha mengembalikan kesatuan islam itu tidk boleh berhenti karena alasan tak relevan apalagi karena terhantui hal2 yang belum terjadi seperti akan timbul kekerasan pada muslim minoritas di suatu negara kafir.
Tidak begitu.
Negara khilafah faham bahwa ummat islam yg ada di suatu negara kafir dan kafir yang ada di negara khilafah bisa di jamin keamananya dengan status mu'ahad/musta'man/dzimmi.
Dan mereka boleh untuk tawqif atau tidak memberikan bai'at secara lisan atau tulisan. Dan secara hukum mereka yg berada di negri2 jauh dari kekhilafahan itu telah di sebut ijma' sukuti,pemerintah yg kafir wajib melindungi mereka sebagaimana pemerintah negara islam khilafah melindungi kafir dengan upeti atau tanggungan keamanan (musta'min) atau dalam perjanjian damai.
Sebagaimana pada ummat islam dimasa ali bin abi thalib yg terpecah dan tidk semua memberikan bai'at tapi keimaman ali tetap sah dan ia memimpin negara kesatuan/khilafah,tidak boleh ada usaha2 pemberontakan, karena itu kelompok pemberon6tak dinyatakan sebagai fi'ah baghiyah atau khawarij. Dan rakyat yg tidk memberi bai'at tetap di wajibkan tunduk karena apabila telah terpilih dan menerima baiat seorang telah menjadi pimpinan negara dan terlarang membuat muktamar tandingan mirip kisruhnya NU,hehe.
وَ مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَ ثَمْرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اِسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرٌ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوْا عُنُقَ
قال النووي: (اتفق العلماء على أنه لا يجوز أن يعقد لخليفتين في عصر واحد...) .
وهؤلاء القائلون بالمنع على مذهبين:
أ- قوم قالوا بالمنع مطلقًا سواء اتسعت رقعة الدولة الإسلامية أم لا، وإلى هذا القول ذهب أكثر أهل السنة والجماعة، وبعض المعتزلة حتى زعم النووي اتفاق العلماء عليه .
ب- وهناك من قال بالمنع إلا أن يكون هناك سبب مانع من الإتحاد على إمام واحد، ويقتضي هذا السبب التعدد، ففي هذه الحالة يجوز التعدد. وذكر إمام الحرمين الجويني أهم هذه الأسباب في قوله: (منها اتساع الخطة، وانسحاب الإسلام على أقطار متباينة، وجزائر في الحج متقاذفة، وقد يقع قوم من الناس نبذة من الدنيا لا ينتهي إليهم نظر الإمام، وقد يتولج خط من ديار الكفر بين خطة الإسلام، وينقطع بسبب ذلك نظر الإمام عن الذين وراءه من المسلمين...) قال: (فإذا اتفق ما ذكرناه فقد صار صائرون عند ذلك إلى تجويز نصب إمام في القطر الذي لا يبلغه أثر نظر الإمام) .
وعزا الجويني هذا القول إلى شيخه أبي الحسن الأشعري، والأستاذ أبي إسحاق الإسفراييني، وهو وجه لبعض أصحاب الشافعي ، ورجحه أبو منصور البغدادي ، وإلى ذلك ذهب القرطبي في تفسيره فقال: (لكن إذا تباعدت الأقطار، وتباينت كالأندلس وخراسان، جاز ذلك) .
لكن يلاحظ من أقوال المجيزين عند اتساع الرقعة، إنما ذلك بسبب الضرورة، وإلا فإن وحدة الإمامة هي الأصل، وإن التعدد إنما أبيح على سيبل الاستثناء المحض، ولضرورات تجيزه، والضرورة تقدر بقدرها وإذا زالت الضرورة زال حكمها وبقي الاصل.
اتفق الأئمة رحمهم الله تعالى على: أن الإمامة فرض وأنه لا بد للمسليمن من إمام يقيم شعائر الدين وينصف المظلومين من الظالمين وعلى أنه لا يجوز أن يكون على المسلمين في وقت واحد في جميع الدنيا إمامان، لا متفقان، ولا مفترقان,
واتفقوا: على أن الإمام يشترط فيه: أولاً أن يكون مسلماً، ليراعي مصلحة الإسلام والمسلمين، فلا تصح تولية كافر على المسلمين.
ثانياً - أن يكون مكلفاً ليلي أمر الناس، فلا تصح إمامة صبي، ولا مجنون بالإجماع، وقد ورد في الحديث الشريف (نعوذ بالله من إمارة الصبيان) رواه الإمام أحمد رحمه الله.
ثالثاً - أن يكون حراً، ليفرغ للخدمة، ويهاب بخلاف العبد حيث أنه مشغول بخدمة سيده.
رابعاً - أن يكون الإمام: ذاكراً ليتفرغ ويتمكن من مخالكة الرجال، فلا يصح ولاية امرأة، لما ورد في الصحيح أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة) ولا تصح ولاية خنثى.
أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: " خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم، ويصلون عليكم وتصلون عليهم، وشرار ائمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم، وتلعنونهم ويلعنونكم ". قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف؟ قال: " لا ما أقاموا فيكم الصلاة " (3) .
ففي هذين الحديثين دليل على منابذة الولاة وقتالهم بالسيف إذا لم يقيموا الصلاة، ولا تجوز منازعة الولاة وقتالهم إلا إذا أتوا كفراً صريحاً عندنا فيه برهان من الله تعالى لقول عبادة بن الصامت – رضي الله عنه -: دعانا رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فبايعناه فكان فيما أخذ علينا أن بايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا، وعسرنا ويسرنا، وأثرة علينا.
Dalil-dalil tersebut membantah bahwa imamah/khilafah menjadi tidak sah atau dengan bahasa agak halusnya TIDAK IDEAL karena jeleknya imam fasiqnya dan zhalimnya pada rakyat !?.
Dapat diartikan bahwa susah atau senang keadaan negara,adil atau tidak pemimpin,bijaksana atau zhalim,salah atau benar,khilafah tetap wajib di jaga,ummat bisa tidak senang namun terlarang melakukan pemberontakan dan menciptakan pemerintahan tandingan.
Kalau begitu,pemerintahan bani umayyah dan bani abbasiyah adalah kekhilafahan islam walau ada gesekan antara pemerintah dan rakyat yg tidak senang dan walau model tahta pemerintahan seperti monarki atau kaisar.
Itulah essensi imamah/khilafah yaitu muslimun wajib mengangkat imam,tak terikat dengan model dan baik atau buruk imam,selama ia muslim.
Lanjut,apakah pemerintahan gaya baru sekarang ini yang telah berdiri masing-masing dengan sekat kebangsaan,suku, madzhab,bendera yang berbeda-beda dan teritorial apakah dengan kepemimpinan model kerajaan atau presiden,itu Lebih ideal dan di kehendaki rasulullah !? Justeru inilah yang di sebut-sebut zaman TAFARRUQ dan masa timbulnya berbagai fitnah yang melemahkan islam dan muslimun. Sudah tentu sangat tidak di kehendaki rasul dan rasul tidak idzinkan kita mendukung pemerintahan negara bangsa,kecuali rasul anjurkan ummat untuk diam (namun tidak diam dari mengajak kepada kebenaran,menolak segala bentuk kemungkaran).
Yang disepakati oleh para imam madzhab sebagaimana dijelaskan dalam catatan nota kaki itu adalah wajibnya Nasbul Imamahnya (pengangkatan pemimpin) dan dalam artikel saya juga sudah saya sampaikan (monggo baca lagi),
Justru yang jadi perbedaan pendapat diantara ulama madzhab adalah mengenai
1). Apakah wajibnya bersifat Aqli atau Syar'i ?
dalam hal ini para ulama berbeda pendapat,adanya yang melihatnya sebagai kewajiban yang bersifat Aqli dan ada yang menganggapnya sebagai kewajiban bersifat Syar’I (lihat Al Mawardi, Ahkamus Sulthoniah),
2) Apakah khilafah sebagai satu-satunya sistem/bentuk pemerintahan? dalam hal ini juga tidak ada ijmak bahwa khilafah sebagai satu satunya sistem yang diakui (kalau njenengan menemukan tolong silahkan ditulis). Bahkan menurut ulama ahlus sunah tidak ada keharusan dan kebakuan mengenai bentuk pemerintahan Islam. Dengan argumentasi kalau memang Khilafah-Khalifah sebagai satu-satunya sistem, tentu Nabi akan menunjuk siapa calon penggantinya secara eksplisit. Abu Bakar disepakati sebagai khalifah berdasar musyawarah Muhajirin dan Anshor saaat itu. Dan juga menurut Ahlus Sunah bahwa yang terpenting adalah fungsi pemerintahan umat Islam itu dapat menjamin dan melindungi ditegakkanya hukum-hukum Islam, Maka dalam sejarah Islam kita mengenal aneka bentuk pemerintahan, dari Khalifah yang benar-benar ideal (masa Khulafa' Rasyidin), Khalifah tapi rasa Raja (Zaman Umayah kecuali masa Umar bin Abdul Aziz), model kesultanan (Dinasti Ayubiyah) dan diera sekarang mungkin model presidensial, parlementer, kerajaan dll. ini artinya titik tekanya bukan pada bentuk tapi pada terlaksanya fungsi pemerintahan yang menjaga agama dan mengatur urusan duniawi. (lihat di Muqaddiman ibnu Khaldun)
Nur salam :
Sistem pemerintahan imamah/khilafah/imarah yang di maksud dalam beberapa dalil tentang wajibnya mengangkat seorang imam itu jelas bukan gaya baru seperti presidensial/parlementer/monarki/....
Tapi di jelaskan lagi dengan sangat gamblang ولا يجوز للمسلمين فى وقت واحد وفى جميع البلد امامان لا متفقان ولا متفرقان.
Artinya ummat ini wajib melakukan mengangkat imam yang satu dan tidak boleh mengangkat dua imam baik disetujui keduanya atau terpecah keduanya,karena jika itu terjadi maka akan bisa menjadi persaingan antara muslimin dan pertikaian dan perpecahan yang melemahkan.
Nabi katakan الجماعة رحمة والفرقة عذاب.
Di sebutnya khilafah itu jelas sebagaimana di sebutkan oleh ibn khaldun dan disebutnyfa khalifah juga jelas sebagaimana qaul ibn khaldun,saya menambahi bhw khilafah/imamah/imarah itu kalimat taraduf bermakna sama (synonim). Adapun apabila kepemimpinan dengan sistem dinasti atau empire namun tetap memperhatikan dan menyatukan wilayah2 muslimin dan pimpinan2 wilayah atau gubernur di suatu tempat itu masih tunduk dan bergabung pada khalifah/imam maka ia termasuk dalam kekhalifahan.
Sunni tetap menyebut bahwa kepemimpinan bani umayyah dan bani abbas adalah khilafah (khilafah bani umayyah dan khilafah bani abbasiyah).
Tentang aqli atau syar'i mari kita bersandar pd qaul yang rajih disertai dalailnya.toh sama2 ga pasti baik dari anda atau dari saya. Persepsi memang berkarakter zhanni.
Inkonsisten teman2 disini adalah seperti pada perkara yang di anggap cocok dengan selera maka di buat dalil justifikasi.
Tapi pada suatu perkara lain yg dirasa kontraindikasi maka dinyatakan keliru.
Mengapa inkosisten !
Kalau ini yg ijtihadiyyah dan sudah ijma shahabat2 juga ijma' ulama mu'tabar saja masih di tolak,lalu perkara2 diluar yg tidk di kenal adanya ijma' bahkan menyelisihi dalil itu di perlombakan.
Atau di dalam artikel itu di tuliskan pandangan ibn khuldun ttg disepakatinya imamah dan khilafah dengan hasil konsensus muslimin; itu saja masih di tolak dengan pendapat2 di bawahnya yang tidak tepat essensinya.
Didalam bulughul maram bab qitalu ahlil baghy oleh ibn hajar ttg imamah global/ khilafah beliau memberi nota kaki ttg kefardhuan imamah menurut aimmatul madzahibil arba'ah.
Lalu bagaimana dg artikel yg di tulis di page diatas itu mengartikan imam yg wajib di bai'at adalah nabi saja dan penulis menafikan bai'at para imam imaratul muslimin !?
Kalau begitu tak perlu abu bakar,umar utsman ali minta di bai'at dan menerima bai'at,donk...!
Apalagi meyaqini imam fiqh sebagai penanggung jawab ummat di akhirat karena ar-ra'yu dari ijtihadnya di ikuti para muqallid 'ama,padahal tidk ada bai'at ta'at pada imam mujtahid itu untuk wajib di ikuti pendapat salah satunya saja dan para imam madzhab itu tidak menuntut wajib kepada ummat utk bertaqlid kepada satu diantara darinya.
Soal ttg urusan ini sudh lama membuat saya jenuh tapi masih ada yg ingin tahu maka boleh saya jawab.
Dn point ending dari setiap mereka yg kontra dg seruan khilafah ini adalah selalu mereka berucap SAYA TIDAK ANTI KHILAFAH DAN TIDAK ANTI PERSATUAN,SAYA RINDU PERSATUAN ITU HANYA SAJA KHILAFAH INI TIDK RELEVAN begitu biasanya.
Itulah sikap ambigu dan inkonsisten demi membenarkan pandanganya.
Satu lagi teguran dari saya jika hal ini (kewajiban membangkitkan khilafah) adalah merupakan ijtihadi maka tidk seharusnya mensalahkan akan tetapi mengambil mana hasil yang rajih dan ijma'.
Inkonsisten lagi adalah ulama 4 madzhab yg menjadi imam ahli ilmu fiqh itu sepakat mengangkat imamah bagi seluruh muslim maka pihak2 semacam portalmuslimberiman ini sama sekali tidk bersandar pd interpretasi aimmatul madzahib itu.
Padahal didalam artikel tertulis oleh portal diatas yg kebanyakan kopas juga menukilkan pendapat2 yang sepakat nashbul imamah yang di maksud adalah kepemimpinan umum pada islam.
Tapi masih di inkari dg bermacam asumsi/al-wahm.
Usaha mengembalikan kesatuan islam itu tidk boleh berhenti karena alasan tak relevan apalagi karena terhantui hal2 yang belum terjadi seperti akan timbul kekerasan pada muslim minoritas di suatu negara kafir.
Tidak begitu.
Negara khilafah faham bahwa ummat islam yg ada di suatu negara kafir dan kafir yang ada di negara khilafah bisa di jamin keamananya dengan status mu'ahad/musta'man/dzimmi.
Dan mereka boleh untuk tawqif atau tidak memberikan bai'at secara lisan atau tulisan. Dan secara hukum mereka yg berada di negri2 jauh dari kekhilafahan itu telah di sebut ijma' sukuti,pemerintah yg kafir wajib melindungi mereka sebagaimana pemerintah negara islam khilafah melindungi kafir dengan upeti atau tanggungan keamanan (musta'min) atau dalam perjanjian damai.
Sebagaimana pada ummat islam dimasa ali bin abi thalib yg terpecah dan tidk semua memberikan bai'at tapi keimaman ali tetap sah dan ia memimpin negara kesatuan/khilafah,tidak boleh ada usaha2 pemberontakan, karena itu kelompok pemberon6tak dinyatakan sebagai fi'ah baghiyah atau khawarij. Dan rakyat yg tidk memberi bai'at tetap di wajibkan tunduk karena apabila telah terpilih dan menerima baiat seorang telah menjadi pimpinan negara dan terlarang membuat muktamar tandingan mirip kisruhnya NU,hehe.
وَ مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَ ثَمْرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اِسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرٌ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوْا عُنُقَ
قال النووي: (اتفق العلماء على أنه لا يجوز أن يعقد لخليفتين في عصر واحد...) .
وهؤلاء القائلون بالمنع على مذهبين:
أ- قوم قالوا بالمنع مطلقًا سواء اتسعت رقعة الدولة الإسلامية أم لا، وإلى هذا القول ذهب أكثر أهل السنة والجماعة، وبعض المعتزلة حتى زعم النووي اتفاق العلماء عليه .
ب- وهناك من قال بالمنع إلا أن يكون هناك سبب مانع من الإتحاد على إمام واحد، ويقتضي هذا السبب التعدد، ففي هذه الحالة يجوز التعدد. وذكر إمام الحرمين الجويني أهم هذه الأسباب في قوله: (منها اتساع الخطة، وانسحاب الإسلام على أقطار متباينة، وجزائر في الحج متقاذفة، وقد يقع قوم من الناس نبذة من الدنيا لا ينتهي إليهم نظر الإمام، وقد يتولج خط من ديار الكفر بين خطة الإسلام، وينقطع بسبب ذلك نظر الإمام عن الذين وراءه من المسلمين...) قال: (فإذا اتفق ما ذكرناه فقد صار صائرون عند ذلك إلى تجويز نصب إمام في القطر الذي لا يبلغه أثر نظر الإمام) .
وعزا الجويني هذا القول إلى شيخه أبي الحسن الأشعري، والأستاذ أبي إسحاق الإسفراييني، وهو وجه لبعض أصحاب الشافعي ، ورجحه أبو منصور البغدادي ، وإلى ذلك ذهب القرطبي في تفسيره فقال: (لكن إذا تباعدت الأقطار، وتباينت كالأندلس وخراسان، جاز ذلك) .
لكن يلاحظ من أقوال المجيزين عند اتساع الرقعة، إنما ذلك بسبب الضرورة، وإلا فإن وحدة الإمامة هي الأصل، وإن التعدد إنما أبيح على سيبل الاستثناء المحض، ولضرورات تجيزه، والضرورة تقدر بقدرها وإذا زالت الضرورة زال حكمها وبقي الاصل.
اتفق الأئمة رحمهم الله تعالى على: أن الإمامة فرض وأنه لا بد للمسليمن من إمام يقيم شعائر الدين وينصف المظلومين من الظالمين وعلى أنه لا يجوز أن يكون على المسلمين في وقت واحد في جميع الدنيا إمامان، لا متفقان، ولا مفترقان,
واتفقوا: على أن الإمام يشترط فيه: أولاً أن يكون مسلماً، ليراعي مصلحة الإسلام والمسلمين، فلا تصح تولية كافر على المسلمين.
ثانياً - أن يكون مكلفاً ليلي أمر الناس، فلا تصح إمامة صبي، ولا مجنون بالإجماع، وقد ورد في الحديث الشريف (نعوذ بالله من إمارة الصبيان) رواه الإمام أحمد رحمه الله.
ثالثاً - أن يكون حراً، ليفرغ للخدمة، ويهاب بخلاف العبد حيث أنه مشغول بخدمة سيده.
رابعاً - أن يكون الإمام: ذاكراً ليتفرغ ويتمكن من مخالكة الرجال، فلا يصح ولاية امرأة، لما ورد في الصحيح أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة) ولا تصح ولاية خنثى.
أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: " خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم، ويصلون عليكم وتصلون عليهم، وشرار ائمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم، وتلعنونهم ويلعنونكم ". قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف؟ قال: " لا ما أقاموا فيكم الصلاة " (3) .
ففي هذين الحديثين دليل على منابذة الولاة وقتالهم بالسيف إذا لم يقيموا الصلاة، ولا تجوز منازعة الولاة وقتالهم إلا إذا أتوا كفراً صريحاً عندنا فيه برهان من الله تعالى لقول عبادة بن الصامت – رضي الله عنه -: دعانا رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فبايعناه فكان فيما أخذ علينا أن بايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا، وعسرنا ويسرنا، وأثرة علينا.
Dalil-dalil tersebut membantah bahwa imamah/khilafah menjadi tidak sah atau dengan bahasa agak halusnya TIDAK IDEAL karena jeleknya imam fasiqnya dan zhalimnya pada rakyat !?.
Dapat diartikan bahwa susah atau senang keadaan negara,adil atau tidak pemimpin,bijaksana atau zhalim,salah atau benar,khilafah tetap wajib di jaga,ummat bisa tidak senang namun terlarang melakukan pemberontakan dan menciptakan pemerintahan tandingan.
Kalau begitu,pemerintahan bani umayyah dan bani abbasiyah adalah kekhilafahan islam walau ada gesekan antara pemerintah dan rakyat yg tidak senang dan walau model tahta pemerintahan seperti monarki atau kaisar.
Itulah essensi imamah/khilafah yaitu muslimun wajib mengangkat imam,tak terikat dengan model dan baik atau buruk imam,selama ia muslim.
Lanjut,apakah pemerintahan gaya baru sekarang ini yang telah berdiri masing-masing dengan sekat kebangsaan,suku, madzhab,bendera yang berbeda-beda dan teritorial apakah dengan kepemimpinan model kerajaan atau presiden,itu Lebih ideal dan di kehendaki rasulullah !? Justeru inilah yang di sebut-sebut zaman TAFARRUQ dan masa timbulnya berbagai fitnah yang melemahkan islam dan muslimun. Sudah tentu sangat tidak di kehendaki rasul dan rasul tidak idzinkan kita mendukung pemerintahan negara bangsa,kecuali rasul anjurkan ummat untuk diam (namun tidak diam dari mengajak kepada kebenaran,menolak segala bentuk kemungkaran).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar