Eramuslim

Selasa, 01 Agustus 2017

Nabi muhammad sering kena teguran Allah ketika lalai pada prinsip bathin

Secara zhahir,kekeliruan yang tampak tetap di hukumi keliru dan boleh di balas dengan reaksi zhahir,ia tidak bisa dibenarkan.
Namun hukum bathin ikut campur untuk menenangkan.
Itulah sebab para peminat kebatinan selalu menasihati ahli fiqih.
Hukum Fiqih syari'at bertujuan untuk memberi rasa nyaman kebebasan keadilan dan tegas atas upaya pelecehan. Karena itu tidak salah kalau nabi sering marah-marah dan mengucapkan kata laknat atau kebencian atas kejahatan kefasihan dan segala kemaksiatan.


Nabi muhammad tetaplah manusia karena itu ia sering kena tegur Allah sebab kelalaiannya.

-Sewaktu Nabi Muhammad SAW mula berdakwah di Makkah, baginda merasakan bahwa Islam akan lebih mudah tersebar jika lebih ramai golongan kaya dan bangsawan memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, suatu hari, ketika Nabi Muhammad SAW sedang berdakwah kepada golongan bangsawan, tiba-tiba datanglah Abdullah Bin Ummi Maktum, seorang yang buta dan miskin kepada Nabi Muhammad SAW bertanyakan tentang Islam. Nabi Muhammad SAW tidak melayaninya, sebaliknya meneruskan dakwahnya kepada golongan bangsawan tersebut. Lalu, Allah SWT menurunkan Surah A’basa sebagai teguran terhadap sikapnya:
عبس وتولى
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling.
أن جاءه الأعمى
karena telah datang seorang buta kepadanya.
وما يدريك لعله يزكى
tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa).

atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,Maka kamu melayaninya.Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman).

-Inkar Allah terhadap nabi yang hendak hilang kesabaran dalam berda'wah agar tidak memaksa

Surat yunus ayat 99 dan dikuatkan dengan beberapa ayat :
ولو شآء ربك لآمن من فى الأرض كلهم جميعا افأنت تكره الناس حتى يكونوا مؤمنين

يقول تعالى: { ولو شاء ربك} يا محمد لأذن لأهل الأرض كلهم في الإيمان، ولكن له حكمة فيما يفعله تعالى، كقوله تعالى: { ولو شاء ربك لجعل الناس أمة واحدة} ، وقال تعالى: { أفلم ييأس الذين آمنوا أن لو يشاء اللّه لهدى الناس جميعا} ، ولهذا قال تعالى: { أفأنت تكره الناس} أي تلزمهم وتلجئهم، { حتى يكونوا مؤمنين}أي ليس ذلك عليك ولا إليك { ليس عليك هداهم ولكن اللّه يهدي من يشاء} ، { إنك لا تهدي من أحببت} ، { فإنما عليك البلاغ وعلينا الحساب}.

- Nabi Berjanji tanpa Insya Allah
Suatu hari, kaum Quraisy mengutus an-Nadir bin al-Harts dan Uqbah bin Abi Mu’ith menemui seorang pendeta Yahudi di Madinah untuk bertanyakan tentang kenabian Nabi Muhammad. Lalu, kedua utusan itu menceritakan segala hal yang berkaitan dengan sikap, perkataan, dan perbuatan Muhammad. Mereka juga bertanya bagaimanakah caranya untuk mengetahui bahawa Muhammad itu seorang nabi ataupun seorang penipu?

Lalu, pendeta Yahudi berkata, “Tanyakanlah kepada Muhammad akan tiga hal. Jika dapat menjawabnya, ia Nabi yang diutus. Akan tetapi, jika tak dapat menjawabnya, ia hanyalah orang yang mengaku sebagai Nabi. Pertama, tanyakan tentang pemuda-pemuda pada zaman dahulu yang bepergian dan apa yang terjadi kepada mereka (Ashabul Kahfi). Kedua, tanyakan juga tentang seorang pengembara yang sampai ke Timur dan Barat (Zulqarnain) dan apa yang terjadi padanya. Ketiga, tanyakan pula kepadanya tentang roh.”

Pulanglah utusan itu kepada kaum Quraisy. Lalu, mereka berangkat menemui Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam dan menanyakan ketiga persoalan tersebut di atas. Tanpa banyak bicara, nabi Muhammad SAW berkata, “Aku akan menjawab pertanyaan kalian besok.”

Pada keesokan hari, kaum Quraisy mulai datang bertanyakan jawapan. Malangnya wahyu Allah tidak diturunkan. Lalu Nabi Muhammad tidak dapat memberitahu mereka apa-apa. Begitulah sehingga hari – hari berikutnya, Allah tidak menurunkan sebarang wahyu. Orang-orang Makkah mulai mencemoh dan Nabi Muhammad SAW  sendiri sangat sedih, gundah gulana, dan malu karena tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada kaum Quraisy.

Hanya pada beberap hari berikutnya barulah Jibril datang membawa wahyu yang menegur Nabi Muhammad SAW:
ولا تقولن لشيء إني فاعل ذلك غدا إلا أن يشاء الله
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut); ‘Insya Allah’.” (Al-Kahfi).

Tidak ada komentar:

info salamtime

SIAPAKAH AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH ?

Benarkah AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH itu asy'ariyyah?  Saya akan jawab persoalan yang terus menipu orang online maupun orang offline...