Eramuslim

Selasa, 07 Maret 2017

Perbedaan model keislaman itu tidak bisa di hindari apalagi di tubuh nahdlatul ulama

"Kalian harus mengikuti model islam yang di bawa pendakwah generasi pertama di suatu daerah/negara"
Barangkali antum akan berkata begitu ?

Begini kang,pembawa islam di jawa ini di pengaruhi ulama timur tengah yang berbeda.
Semakin berbondong-bondong masuk islam maka keinginan kuat untk belajar agama semakin tinggi.
Kultur jawa yang sangat dekat dengan supranatural membuat para dai pada masanya berminat untuk menandinginya,tidak sekedar persaingan supranatural tetapi kelembutan hati bicara prilaku dan pendekatan kepada para tokoh-tokoh istana kerajaan merupakan kecerdikan para dai itu.

Bagi orang lemah,cukup menimba ilmu dari kyai/da'i lokal yang masih dekat dengan tradisi kejawen yang belum di tinggalkan,sedangkan bagi golongan priyayi yang berkantong tebal mengirimkan putra/putrinya ke luar negri,makkah dan yaman menjadi pilihan selanjutnya para generasi modern banyak mengirimkan anak-anaknya ke mesir khususnya al-azhar.

Mari perhatikan,warga muslim jawa tidak beda dengan muslim dimanapun saja yaitu mereka menimba ilmu dari berbagai perguruan yang punya karakter kultur berbeda,hal itu tidak dapat di larang dan di hentikan.
Lalu mereka pulang ke tempat asal dilahirkan,yang dari yaman pulang dengan berjubah dan punya ikatan doktrin kecintaanya pada ulama sana dan dzurriyyat ali bin abi thalib dan membawa kultur ilmu kebathinan yang dipengaruhi pencampuran faham sunni-syi'ah,tak heran kalau tahayyul dan khurofat seperti takut kuwalat dan kepercayaan akan adanya pertolongan dari penghuni kuburan atau ruh guru dan mursyidnya itu sangat karakteristik syi'ah sekaligus menemukan kecoocokan dengan kepercayaan penduduk kejawen,dan menganut interpretasi imam syafi'i dalam fiqih.

Pulang mereka yang dari makkah pun berjubah memelihara jenggot menghidupkan sunnah memberantas tahayyul bid'ah khurafat yang membahayakan aqidah islamiyah,manganut interpretasi imam ahmad bin hanbal dan imam malik dalam fiqih namun membuka pintu ijtihad bagi ulama kontemporer dan melonggarkan takhyir dan taghyir karena itu jebolan makkah atau saudi arabiyyah banyak juga yang mengambil pendapat imam syafi'i dan hanafi bahkan mazhab zhahiri seperti imam ibn hazm,tidak melarang talfiq dan tidak mewajibkan taqlid buta secara berlebihan karena sifat karakter fiqh itu zhann/analysis yang tidak pernah di nyatakan sebagai sumber hukum absolute,konsentrasi alumnus saudi adalah pemurnian aqidah.
Sayangnya para pemuda yang tertarik kajian dari para alumni saudi ini terkadang terlalu mentah dalam mengkritik adat-adat di suatu negara.
Ulama pribumi yang menghabiskan sisa hidupnya di negara saudi diantaranya adalah Syekh nawawi banten al-jawi.tidak akan dilakukan tradisi-tradisi haul tahlilan dan istighatsah di makamnya (ma'la) cukup tradisi itu dilestarikan di masjid2 di indonesia menyebut nama beliau karena di saudi tidak lazim tradisi itu di semarakkan di atas kubur,karya-karya ilmiyahnya jadi standar identitas ke NUan di pesantren,seperti syarah sullam taufiq walau tipis namun berat isinya/tafsir murah labid/nashaihul ibad, Safinat an-Naja, Nihayat az-Zain fi Irsyad al-Mubtadi’in dan Tasyrih ala Fathul Qarib. Syekh nawawi bermadzhab syafi'i dalam ilmu fiqh dan bermadzhab asy'ari/maturidi dlm bidang kalam teologi,dan bertasawwuf sesuai syari'at mendahulukan dalil naql daripada aql,ternyata beliau tidak bisa menjadi cermin yang utuh bagi kebanyakan santri sekarang karena ada pergeseran pengaruh.
Walau syekh nawawi di klaim sebgai syekh kabir min ulama nahdliyyin namun beliau tidak pernah tahu NU dari awal sampai akhir ini yg mengalami pergeseran,Munkin beliau tersakiti kalau saja melihatnya.
sang pencerah sang pioneer muhammadiyah dan sang hadratusy syaikh tokoh sentral nahdlatul ulama tokoh-tokoh persis,al irsyad,al washliyah,al ittihadul muslimin,dan sekarang yang bermunculan organisasi baik bersifat ormas kemasyarakatan keagamaan maupun organisasi partai politik islam lebih sangat dominan lulusan universitas2 saudi arabiyah dan sayap-sayap pendidikanya yang tersebar di indonesia.

Lain lagi yang pulang dari mesir,mereka lebih klimis.

Salah satu faktor utama yang menjadikan Al-Azhar sebagai universitas Islam dunia terfavorit bagi generasi muda Islam ialah manhaj dakwahnya, Wasathiyya Islam (Islam moderat). Dengan manhaj ini Al-Azhar dan Azhary menempatkan dirinya sebagai penengah atas konflik horizontal yang terjadi di dalam internal dunia Islam, yaitu antara kelompok Liberal dan Radikal (ekstrimisme). Al-Azhar dengan pemahamannya yang terbuka telah memberikan ruang bagi terciptanya kesatuan antar umat Islam dan dengan umat agama lainnya tanpa kekerasan dan tanpa menggadaikan akidah.

Khazanah Terbuka
Al-Azhar tidak membatasi atau bahkan melarang mahasiswanya untuk mempelajari keilmuan tertentu. Hal ini berbeda dengan apa yang diberlakukan oleh lembaga pendidikan Islam lainnya di jazirah Arab lainnya seperti Jordania, Madinah, dan Yaman, dimana kebebasan mahasiswanya/siswanya sangat dibatasi. Alih-alih mempelajarinya, buku-buku dan sumber pengetahuan lainnya yang tidak sejalan dengan kebijakan madrasah tidak tersedia di toko-toko buku, bahkan dilarang masuk ke negera tersebut.
Itu informasi al-azhar kairo yang saya dapati.

Baklah,kita langsung pada point penting.
Bagi golongan muslim tradisional yang mempertahankan kultur jawa maka akan terbesit suara dalam "tak usahlah pulang membawa kultur dan style fisik kearaban apakah itu arab saudi atau yaman atau mesir".

Menyanggahlah alumni arab "kita ini ittiba pada sunnah nabi tak lebih dari itu jadi ga usahlah golongan tradisional atau islam nusantara terlalu curiga dan mengejek sampai lebih memilih memanjangkan kumis daripada jenggot sampai membodohkan pemelihara jenggot dan menyeret celana sebagai identitas kaum anti celana menggantun dan juga memakai blangkon,kain batik karena untuk melawan arus kultur sunnah".

Sedangkan khusus alumni mesir semakin longgarnya kebebasan berpendapat sampai sampai golongan fundament baik yang di pengaruhi yaman maupun yang di pengaruhi golongan kejawen dan arab saudi,berat untuk menerimanya.
Walau alumni mesir itu lebih moderat namun beberapa tokohnya sangat liberal karena cenderung meninggalkan saran agama secara dasar.bagaimana tidak ditolak kalau mereka membiasakan duduk digereja,menikahkan orang yang lain agama,memberi kebebasan ekspresi,membela kemunculan ajaran2 menyimpang,bagi liberalis biarlah manusia itu menanggung perbuatanya sendiri ia tak memikirkan madharat yang akan di timbulkan itu bersifat menular.

Nah,karakteristik dari beberapa perguruan yang berbeda baik karena di pengaruhi kultur sosial bangsa yang berbeda atau faham yang bercorak ragam maka mereka akan repot menemukan sebuah kecocokan secara mutlaq pasti gesekan itu akan terus terjadi.

"Nur s"


Tidak ada komentar:

info salamtime

SIAPAKAH AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH ?

Benarkah AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH itu asy'ariyyah?  Saya akan jawab persoalan yang terus menipu orang online maupun orang offline...