Tentang hal-hal baru dalam agama.
Sebenarnya dasar ilmiyyahnya itu sama saja antara syafi'iyyah dan non syafi'iyyah.
Yang membedakan itu masih banyak yang lupa sebutan-sebutan untuk perkara baru menurut ilmu usul fiqih.
Contoh pembukuan al-qur'an dan pemberian tanda-tanda bacanya yang tidak di lakukan oleh rasulullah tapi disepakati oleh kedua golongan yang berbeda faham tentang konteks bid'ah.
Inilah yang saya sebut dasar keilmuanya sama. Bedanya adalah cara mengasumsikan hal-hal yang baru.
Menurut kedua pihak seumpama Afiliasi B (AB) vs Afiliasi S (AS),bahwa pembukuan al-qur'an itu bid'ah berhujjah secara teks bahwa setiap bentuk ubudiyah baru yang tidak di contohkan rasulullah itulah bid'ah.
Bagi AJ,pembukuan al-qur'an itu bid'ah mahmudah yang dihukum wajib.
Adapun bagi AS,pembukuan al-qur'an dan memberikan tanda baca padanya itu hukumnya membingungkan baginya karena ia sudah terlanjur mengharamkan seluruh bid'ah.
Qultu:
Secara dasar,saya tidak berselisih pendapat dengan AJ,namun bedanya saya tidak menyebut pembukuan al-qur'an & tanda bacanya itu bid'ah melainkan hal ini adalah MASLAHAH MURSALAH atau MANFA'AT MUTHLAQAH.
maslahah karena membawa kebaikan bagi ummat yang mengandung manfaat absolut,bayangkan kalau saja Al-Qur'an tak di susun dan di cetak.mursalah karena dalil naqlinya tidak ditemukan baik anjuran dan laranganya. Hal ini merupakan rekayasa yang di benarkan menurut islam baik segi maqashid syari'ah juga wasilah syari'ah. Ya,terserah kalau AJ menyebut ia bid'ah mahmudah,yang penting adalah obyeknya itu boleh di rekayasa.
Adapun bagi AS,saya rasa punya maksud seperti pemahaman saya namun salah melakukan asumsi penamaan istilah ushul fiqhiyyah,hal ini saya rasakan sebab AS selama ini juga tidak mempersoalkan pembukuan qur'an dan beberapa hal baru lainya.
Bid'ah menurut pendapat hemat saya adalah :
Tidak setiap hal yang baru itu bid'ah karena asal setiap hal itu mubah sedangkan bid'ah itu terlarang.terlarang karena di khawatiri mafsadatnya atau terdapat mafsadatnya baik dalam aqidah juga amaliyah umum.
terlarang sendiri ada dua yaitu makruh dan haram. Makruh ada dua yaitu tanzih (ringan) dan tahrim (berat). Haram juga ada lidzatihi dan lighairihi,haram ma'nawi dan hissi, haram muthlaq dan muqayyad.
Bid'ah adalah perkara baru yang dimasukkan kedalam tuntutan keagamaan dengan jalan rekayasa yang tidak mengandung manfa'at muthlaqah bagi ummat keumuman.
Terkadang di diamkan nabi tapi nabi mengkhawatirkan ia menjadi beban taklif,ia ini boleh tapi makruh tanzih,seperti berjama'ah shalat tarawih/sunnah yang ghairu masyru'iyyah bil-jama'ah,mewajibkan hal yang tidak wajib tanpa sebab yang bisa direkayasa menurut syari'at,atau mengharamkan yang tidak beralasan pengharamanya sesuai dalil syari'at.
Bid'ah memang lebih baik dihindari daripada di dekati walau ringan bid'ahnya.
Saya dulu mantan penyanyi shalawat dangdutan.
Di jawa itu sekarang acara shalawat jadi hiburan. Musiknya yang enak di dengar pas buat goyang sikit-sikit lame-lame jadi bukit,lirik dangdut juga pas buat shalawatan.
Ibadah yg sesungguhnya lillah mengharap pahala berubah menjadi tasliyyah/hiburan yang bersifat komersial dan sebagainya.
Hukum Boleh yang naik level ke makruh bahkan haram.
Hanya orang yg pernah di jawa yang punya empirik hidup campuran.
Campuran fiqih dengan kultur juga iya. Tak soal jika kultur itu sah menurut syariat,tapi sayangnya asal selera jadilah... bid'ah hasanah semua, dhalalahnya entah tak pernah dengar.
Tahlilan kematian pada hari-hari yang ditetapkan secara kultur,ini bid'ah karena jadi beban taklifnya yang jadi syari'at baru bukan dzikirnya.
Saya juga sering mendengar AS yang menghukum sesat/haram pada setiap hal yang baru,seperti menyusun jadwal waktu shalat,astronomi penanggalan,alat bantu dzikir (tasbih),dst.
Pola pikir yang begini jelas keluar dari nalar keilmuan saya.
Satu kesimpulan dimanakah posisi saya antara kedua faham yang terbelah itu ?
Adalah "saya punya pandangan mandiri".
Terkadang saya cocok dengan mereka dan terkadang berselisih dari mereka.
Tenang adalah sikap yang saya ambil.
Sebenarnya dasar ilmiyyahnya itu sama saja antara syafi'iyyah dan non syafi'iyyah.
Yang membedakan itu masih banyak yang lupa sebutan-sebutan untuk perkara baru menurut ilmu usul fiqih.
Contoh pembukuan al-qur'an dan pemberian tanda-tanda bacanya yang tidak di lakukan oleh rasulullah tapi disepakati oleh kedua golongan yang berbeda faham tentang konteks bid'ah.
Inilah yang saya sebut dasar keilmuanya sama. Bedanya adalah cara mengasumsikan hal-hal yang baru.
Menurut kedua pihak seumpama Afiliasi B (AB) vs Afiliasi S (AS),bahwa pembukuan al-qur'an itu bid'ah berhujjah secara teks bahwa setiap bentuk ubudiyah baru yang tidak di contohkan rasulullah itulah bid'ah.
Bagi AJ,pembukuan al-qur'an itu bid'ah mahmudah yang dihukum wajib.
Adapun bagi AS,pembukuan al-qur'an dan memberikan tanda baca padanya itu hukumnya membingungkan baginya karena ia sudah terlanjur mengharamkan seluruh bid'ah.
Qultu:
Secara dasar,saya tidak berselisih pendapat dengan AJ,namun bedanya saya tidak menyebut pembukuan al-qur'an & tanda bacanya itu bid'ah melainkan hal ini adalah MASLAHAH MURSALAH atau MANFA'AT MUTHLAQAH.
maslahah karena membawa kebaikan bagi ummat yang mengandung manfaat absolut,bayangkan kalau saja Al-Qur'an tak di susun dan di cetak.mursalah karena dalil naqlinya tidak ditemukan baik anjuran dan laranganya. Hal ini merupakan rekayasa yang di benarkan menurut islam baik segi maqashid syari'ah juga wasilah syari'ah. Ya,terserah kalau AJ menyebut ia bid'ah mahmudah,yang penting adalah obyeknya itu boleh di rekayasa.
Adapun bagi AS,saya rasa punya maksud seperti pemahaman saya namun salah melakukan asumsi penamaan istilah ushul fiqhiyyah,hal ini saya rasakan sebab AS selama ini juga tidak mempersoalkan pembukuan qur'an dan beberapa hal baru lainya.
Bid'ah menurut pendapat hemat saya adalah :
Tidak setiap hal yang baru itu bid'ah karena asal setiap hal itu mubah sedangkan bid'ah itu terlarang.terlarang karena di khawatiri mafsadatnya atau terdapat mafsadatnya baik dalam aqidah juga amaliyah umum.
terlarang sendiri ada dua yaitu makruh dan haram. Makruh ada dua yaitu tanzih (ringan) dan tahrim (berat). Haram juga ada lidzatihi dan lighairihi,haram ma'nawi dan hissi, haram muthlaq dan muqayyad.
Bid'ah adalah perkara baru yang dimasukkan kedalam tuntutan keagamaan dengan jalan rekayasa yang tidak mengandung manfa'at muthlaqah bagi ummat keumuman.
Terkadang di diamkan nabi tapi nabi mengkhawatirkan ia menjadi beban taklif,ia ini boleh tapi makruh tanzih,seperti berjama'ah shalat tarawih/sunnah yang ghairu masyru'iyyah bil-jama'ah,mewajibkan hal yang tidak wajib tanpa sebab yang bisa direkayasa menurut syari'at,atau mengharamkan yang tidak beralasan pengharamanya sesuai dalil syari'at.
Bid'ah memang lebih baik dihindari daripada di dekati walau ringan bid'ahnya.
Saya dulu mantan penyanyi shalawat dangdutan.
Di jawa itu sekarang acara shalawat jadi hiburan. Musiknya yang enak di dengar pas buat goyang sikit-sikit lame-lame jadi bukit,lirik dangdut juga pas buat shalawatan.
Ibadah yg sesungguhnya lillah mengharap pahala berubah menjadi tasliyyah/hiburan yang bersifat komersial dan sebagainya.
Hukum Boleh yang naik level ke makruh bahkan haram.
Hanya orang yg pernah di jawa yang punya empirik hidup campuran.
Campuran fiqih dengan kultur juga iya. Tak soal jika kultur itu sah menurut syariat,tapi sayangnya asal selera jadilah... bid'ah hasanah semua, dhalalahnya entah tak pernah dengar.
Tahlilan kematian pada hari-hari yang ditetapkan secara kultur,ini bid'ah karena jadi beban taklifnya yang jadi syari'at baru bukan dzikirnya.
Saya juga sering mendengar AS yang menghukum sesat/haram pada setiap hal yang baru,seperti menyusun jadwal waktu shalat,astronomi penanggalan,alat bantu dzikir (tasbih),dst.
Pola pikir yang begini jelas keluar dari nalar keilmuan saya.
Satu kesimpulan dimanakah posisi saya antara kedua faham yang terbelah itu ?
Adalah "saya punya pandangan mandiri".
Terkadang saya cocok dengan mereka dan terkadang berselisih dari mereka.
Tenang adalah sikap yang saya ambil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar