Buat Apa Pembangunan Infrastruktur Kalau Mengandalkan Utang Luar Negeri?
Juni 16, 2017 15:50
Sekarang sedang marak perbincangan seputar opsi apakah Presiden Jokowi mencabut subsidi agar tetap bisa meneruskan pembagunan infrastruktur, ataukah menghentikan pembangunan infrastruktur agar subsidi terhadap rakyat tetap berlangsung dan tidak dicabut.
Masalah krusialnya adalah, benarkah pembangunan infrastruktur bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat dan membuka lapangan kerja?
Kalau investasi pemerintah Cina melalui China Development Bank (CDB) senilai 3 miliar dolar AS yang jadi rujukan, dari awal sudah mengundang keraguan.
Selain resminya berupa utang dari CDB kepada tiga bank BUMN (Mandiri, BRI dan BNI) yang mana masing-masing bank tersebut mendapat menerima pinjaman 1miliar dolar AS, maka investasi yang diproyeksikan untuk pembangunan infrastruktur tersebut sejatinya merupakan pembangunan infrastruktur melalui pinjaman luar negeri. Bukan investasi murni yang menguntungkan kedua negara.
Itu baru sebagian dari kisah. Bagaimana dengan pembangunan infrastruktur dan perumahan? Ternyata pemerintahan Jokowi juga berutang kepada pemerintah Cina, ketika Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) memberikan pinjaman kepada BTN senilai 5 miliar yuan atau kalau dirupiahkan, sebesar Rp 10 triliun.
Bayangkan. Melalui pinjaman dari ICBC, pembangunan infrastruktur dan perumahan juga dibiayai melalui utang. Bukan itu saja. ICBC juga memnberikan uang senilai 500 juta dolar AS kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Exim Bank) untuk mendorong perdagangan luar negeri dan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Lebih celakanya lagi, tujuh BUMN(Wijaya Karya, Adhi Karya, Pelindo I dan II, Angkasa Pura, Bukit Anam, dan Aneka Tambang), juga kecipratan utang pinjaman dari CDB.
Jika demikian halnya, kebijakan pencabutan subsidi demi untuk berkesinambungannya pembangunan infrastruktur dan perumahan Indonesia, sama sekali tidak rasional secara ekonomi.
http://www.aktual.com/buat-apa-pemba...g-luar-negeri/
Butuh Rp 931 T, Anggaran Infrastruktur Jokowi Hanya Tersedia Rp 450 T
Selasa 13 Jun 2017, 07:15 WIB
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan banyak program pembangunan infrastruktur berskala nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Namun sayang, kemampuan fiskal alias keuangan yang sangat minim membuat pemerintah kerap memangkas alokasi anggaran dalam APBN setiap tahunnya.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai salah satu Kementerian teknis yang banyak membangun proyek infrastruktur juga terkena imbasnya.
Pasalnya, anggaran proyek infrastruktur di bidang PUPR hingga 2019 diprediksi bakal hanya terealisasi setengah dari pagu indikatif usulan.
"Kalau kita lihat konfigurasinya, sampai 2019 kebutuhan pembangunan infrastruktur di PUPR itu kan Rp 931 triliun. Kita prediksi sampai akhir (2019) itu hanya (terealiasi) Rp 450 triliun. Jadi hanya setengah," kata Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR, Endra Saleh Atmawidjaja kepada detikFinance saat ditemui di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (12/6/2017).
Presiden Jokowi sendiri telah berkali-kali meminta para menteri terbuka menyampaikan kendala yang dihadapi terkait pembiayaan proyek-proyek infrastruktur. Tujuannya supaya dapat dicarikan alternatif sumber pembiayaan sehingga semua program infrastruktur prioritas nasional bisa selesai sesuai dengan rencana hingga 2019.
Namun kendala di lapangan ternyata sulit untuk diatasi. Menteri/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro mengakui pemerintah masih sulit untuk mengajak swasta ikut berinvestasi di bidang infrastruktur.
Salah satunya adalah lantaran masih adanya keinginan dari Kementerian atau Pemerintah Daerah untuk mengerjakan suatu proyek dengan APBN atau APBD.
"Karena ini kan perubahan mindset, sekarang kalau kita kerja di K/L, biasa jadi kepala proyek, itu akan jauh lebih enak dibanding KPBU. Karena seluruh kontrol ada di tangan kita. Dari mulai bikin tender, bikin spesifikasi segala macam, ada di tangan kita. Sedangkan KPBU, proyeknya tidak 100% milik Kementerian. Dia partner dari swasta untuk proyek tersebut. Jadi beda antara jadi owner di APBN dan partner di KPBU. Plus duitnya juga bukan dari APBN, kebanyakan dari si swasta. Sehingga kalau mau main-main dan segala macam, enggak ada ruang," katanya beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, sejumlah proyek infrastruktur dikebut oleh Jokowi untuk diselesaikan hingga 2019. Mulai dari jalan nasional, jalan tol, bendungan, saluran irigasi, sampai dengan transportasi umum.
Bappenas mengestimasi biaya yang dibutuhkan untuk seluruh sektor infrastruktur hingga 2019 mendatang mencapai Rp 5.519,4 triliun. Berdasarkan estimasi tersebut, setidaknya 40,1 persen atau sebesar Rp 2.215,6 triliun ditargetkan berasal dari anggaran pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan sisanya oleh swasta maupun investasi BUMN.
https://finance.detik.com/berita-eko...sedia-rp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar